Teologi Kidung Jemaat

Dalam menafsir Alkitab, eksegese adalah hal yang sangat penting. Jika anda ingin menafsir ayat tertentu, maka anda harus menggali konteks dari ayat tersebut. Anda harus memeriksa bahasanya, budaya, latar belakang munculnya ayat tersebut, dan sebagainya. Hal-hal ini yang penting dilakukan agar kita bisa tahu ayat tersebut menceritakan tentang apa. Jika hal-hal tersebut diabaikan, maka eisegese-lah yang terjadi, atau tafsiran anda keluar dari konteks ayat tersebut.

Demikian juga halnya dengan Menyanyikan Kidung Jemaat (KJ) untuk lagu jemaat. Harus dieksegesis terlebih dahulu lagu KJ yang ingin dinyanyikan. Eksegese KJ disini terkait apa biramanya, bagaimana bunyi nada, tanda lagu dan lain sebagainya agar dapat menyanyikan lagu KJ tersebut dengan benar. Kalau kita tidak memperhatikan hal-hal tersebut, maka eisegeselah yang terjadi atau anda akan memainkan lagu tersebut diluar konteks aslinya, pada hal lagu tersebut untuk dinyanyian jemaat. Kalau untuk nyanyian jemaat, ukurannya adalah perintah musik yang tertulis di lagu KJ yang kita pilih (baik, birama, tempo, not, tanda lagu, nada dasar, dll). Kecuali lagu tersebut ingin dinyanyikan secara solo, duet, trio, grup maupun choir, dan lain sebagaianya yang bukan nyanyian jemaat, silahkan anda aransemen dan dinyanyikan sesuai selera masing-masing.

Pertanyaan menariknya adalah apakah boleh lagu KJ yang akan dinyanyikan oleh  jemaat dieksplor dengan berbagai aransemen? Jawabannya silakan saja! Namun sebelum dieksplor lebih jauh, pastikan anda sudah memahami konteks lagu tersebut sehingga aransemen anda tidak merubah cara menyanyikan lagu tersebut. Misalnya KJ no. 40 Ajaib Benar Anugerah. Lagu ini aslinya 3 ketuk, tapi pemusik ingin memberikan nuansa blues, sehingga diubah menjadi 4 ketuk misalnya, maka tentu saja aransemen seperti ini tidak dapat diterapkan dalam nyanyian jemaat, karena jemaat harus menyanyikannya dalam 3 ketuk sesuai perintah lagu (dalam buku KJ). Alternatif yang lebih baik adalah tetap dalam ketukan dan tempo asli lagu, kemudian pemusik tinggal menerapkan chord  7, 6 dan 13 misalnya, untuk memberikan nuansa blues pada lagu 'Ajaib Benar Anugerah'. Demikian juga dengan lagu-lagu KJ lainnya, anda perlu mengeksegesisnya terlebih dahulu sebelum dieksposisi (diaransemen) lebih jauh. Tentu saja hal ini sebaiknya dilakukan oleh pemusik yang memiliki basic pengetahuan tentang musik gereja yang benar, serta kemampuan bermusik yang cukup baik.

Poin penting dalam nyanyian jemaat adalah silakan bereksperimen dengan berbagai aransemen, tapi jangan merubah cara menyanyikan lagu KJ. Ini hampir mirip ketika anda ingin mengeksposisi ayat tertentu, sebelumnya anda harus lakukan eksegesis terlebih dahulu, agar eksposisi anda mendasar pada eksegesis yang sudah anda lakukan. Tapi masih ada pertanyaan lainnya; kalau dalam teologi, tafsiran yang keliru memang berakibat fatal karena terkait kebenaran, tapi kalau dalam musik mungkin tidak sejauh itu, namun tentu saja makna lagu bisa berubah dan dapat mengurangi suka cita dalam memuji Allah. Ini juga bukan hal yang baik juga. Pertanyaan selanjutnya, kenapa cara menyanyikannya tidak boleh diubah? Pertama, ini adalah nyanyian jemaat. Karena dinyanyikan oleh banyak orang, maka diperlukan kesepakatan untuk menyanyikan setiap lagu KJ, agar tidak terjadi kekacauan. Kesepakatan ini yang sudah dituangkan oleh Yamuger dalam buku yang kita sebut Kidung Jemaat (KJ), dimana birama, tempo, nada dasar, dan lain sebagainya sudah diatur. Diharapkan dalam bernyanyi ada keseragaman atau tidak kacau (terlepas dari pengetahuan musik setiap jemaat yang berbeda-beda). Kedua, tapi kalau di gereja kami sepakat untuk merubah cara nyanyinya boleh dong! Boleh boleh saja. Tinggal dipastikan semua jemaat mengetahui cara nyanyi yang kalian inginkan. Bisa dengan cara berlatih bersama semua jemaat yang akan hadir di kebaktian nanti, atau membuat buku KJ versi gereja anda, atau cara lainnya. Malah jadi ribet kan?! Saran beta, kreatif boleh tapi jangan meninggalkan keteraturan. Martin Luther pernah berkata: " Next after theology, we give the greatest honor to music; let it be music, we will make it as sacred as it needs be" (setelah teologi (Doktrin/Firman), marilah kita beri penghargaan tertinggi kepada musik; biarlah ada musik, dan kita akan menguduskannya sebagaimana mestinya). Ini puji-pujian untuk kepentingan ibadah kepada Allah Tritunggal, bukan sekedar untuk hiburan. Setiap pemusik bertanggung-jawab secara iman untuk melaksanakannya dengan baik. "Dalam ibadah Kristen, aktornya adalah jemaat. Sutradaranya adalah para pemimpin ibadah (Pendeta, liturgos, pemain musik, dan pelayan mimbar lainnya), sedangkan penontonnya adalah Tuhan", kata Soren Kierkegaard.

Baik, demikianlah kira - kira sapotong lalepak dari beta. Semoga tulisan ini sedikit membantu anda sekalian terutama yang berkecimpung dalam muger (musik gereja), sekiranya dapat memahami bagaimana mengiringi nyanyian jemaat dan lebih mengenal lagu - lagu Kidung Jemaat (juga 'Nyanyian Kidung Baru' (NKB), 'Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ), 'Dua Sahabat Lama (DSL), dan nyanyian-nyanyian yang digunakan oleh GMIT) dengan lebih baik. Gereja-gereja Presbiterian umumnya menggunakan bunyi Piano dan Organ (bisa juga di-combaine dengan Strings) dalam kebaktian-kebaktian utamanya, namun jika anda ingin lebih kreatif menggunakan berbagai macam alat musik, baik itu musik modern maupun musik tradisional untuk mendukung jalannya kebaktian, silakan saja. Hanya perlu diperhatikan bahwa lagu KJ dan buku lagu lainnya yang digunakan oleh GMIT adalah lagu - lagu bernuansa Himne dengan basic klasik. Alat musik yang sekarang mewabah di gereja - gereja GMIT adalah keyboard (paling banyak keybord merk Yamaha. tipe PSR). Beta sendiri juga menggunakan dan sering menemui pemusik gereja menggunakan style (Rhythm) dalam kebaktian utama. Namun penting untuk diperhatikan bahwa natur dari style Keyboard Yamaha adalah Pop atau musik yang bersifat kotemporer, sedangkan natur dari lagu - lagu KJ dll adalah klasik dan nuansanya Himne. Buat beta pribadi sangat sulit utk meggunakan style keyboard untuk menyanyikan lagu - lagu Kidung Jemaat, dan beta tidak berani terlalu mengeksplor karena sangat rentan mengubah makna asli lagu dan cara menyanyikannya (sangat mungkin menjadi eisegese). Jadi, beta memang juga menggunakan style, hanya cukup jarang beta lakukan. Tapi kalau pemusik yang lain merasa mampu, beta kira silakan saja. Menurut seorang teman yang juga berkecimpung di muger, sebagian pemusik menggunakan style untuk menutupi skill permainan mereka yang belum memadai. Ada juga yang karena malas belajar. Sebagian lainnya karena terbiasa menggunakan style, tanpa basic pengetahuan musik gereja yang benar.  Ok, Selamat mengeksegesis Kidung Jemaat, selamat berkarya dan selamat melayani. Tuhan Yesus memberkati 🙏



Dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
(Efesus 5: 19)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ORANG - ORANG POTENSIAL DALAM GEREJA HARUS 'DIMAKSIMALKAN' BUKAN 'DIMANFAATKAN'

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)