KURANG BELAJAR ATAU MAU MENIPU?????
Berikut
adalah tanggapan singkat saya terhadap tulisan Emilianus Yakob Sese, seorang
Magister Administrasi Publik UGM di harian Pos Kupang tangal 15 januari 2014
hal. 4, yang membahas bentuk - bentuk pelabelan masyarakat atau pihak – pihak
tertentu kepada Marianus Sae (MS) yang melakukan pemblokiran bandara Turaleo. Tulisan
ini bukan untuk membahas apakah MS bersalah atau tidak, tapi lebih pada membahas
kekeliruan Emelianus dalam menampilakan argumennya.
Atas
tindakan MS menutup bandara tersebut banyak pihak melabeli MS sebagai seorang yang Anarkis,
premanis dan teroris. Nampaknya Emilianus membahas tiga pelabelan pihak – pihak
tertentu tersebut dengan mengunakan metode reductio ad absurdum, yaitu;
menggunakan argumen lawan untuk menunjukan kelemahan argumen lawan. Tapi ada
masalah disana, mari kita lihat.
Entah apa
Emilianus kurang cermat atau entah bagaimana, jika dicermati justru Emilianus malah melakukan kesalahan berpikir yang mungkin tidak dia mau pun sebagian pembaca sadari. Emilianus menentang pelabelan tesebut (Anarkis,
Premanis, Teroris) disematkan pada MS, dengan argumen bahwa para pemberi
label telah salah kaprah memberikan pelabelan karena makna asli dari
istilah – istilah yang digunakan untuk melabeli MS tidak tepat
dilabelkan pada MS. Beta tampilkan pengertian asli dari istilah – istilah tersebut yang disampaikan Emilianus:
· Anarkisme adalah:
salah satu paham yang menentang terhadap segala bentuk otoritas
· Premanisme berasal
dari bahasa belanda “Vrijman” yang berarti ; orang bebas atau orang merdeka.
Pada jaman VOC di indonesia “Vrijman” di gunakan untuk mengamankan bisnis
kapitalisme.
· Terorisme adalah:
serangan – serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror
terhadap seseorang atau sekelompok orang.
Pembelaan Emilianus dari tuduhan anarkis terhadap MS adalah : MS
tidak anarkis, sebab MS sama sekali tidak berniat untuk menentang otoritas atau
menciptakan masyarakat tanpa otoritas, tanpa aturan, ketika MS melarang Merpati
landing di bandara Turaleo. MS hanya ingin menunjukan sikap protesnya
terhadap Merpati yang hanya mencai keuntungan dan tidak mendukung pembangaunan di
Ngada dengan tidak memberikan satu seat kepada MS yang ingin megikuti pertemuan
paripurna di DPRD Ngada.
Terhadap pelabelan premanis, pembelaan Emilianus adalah: MS
bukan preman karena tindakan melarang Merpati adalah bukanlah tindakan seorang
preman dalam arti aslinya, yakni mendukung bisnis kapitalisme yang hanya
mencari keuntungan. Justru sebaliknya, tindakan MS adalah tindakan penentangan terhadap
bisnis kapitalisme Merpati yang hanya mencari keuntungan semata tanpa ingin
mendukung pembangunan di Ngada.
Terhadap pelabelan teroris, pembelaan Emilianus adalah: MS
juga bukan juga teroris sebab MS hanya melarang Merpati Landing di Turalelo
tanpa sebuah tindakan perencanaan sistematis dan berkelanjutan menciptakan
ketakutan baik kepada pihak Merpati maupun Masyarakat.
Kemudian Emilianus melanjutkan lagi bahwa justeru
yang Anarkis, Premanis dan Teroris adalah masyarakat atau pihak – pihak
yang melabeli MS. Mereka yang ingin mencopot MS dari jabatannya bersifat
anarkis karena menentang otoritas. Orang yang mendukung korporat
kapitalisme Merpati adalah preman, jika merujuk pada pegertian aslinya.
Dan yang di sebut terori adalah mereka yang saban hari terus melakkan
tindakan terorganisir dan sistematis menakut – nakuti MS dengan pelbagai
berita dan tuduhan yang sengaja di politisir sedemikian rupa.
Tulisan Emilianus nampak seolah cerdas dan tidak ada masalah disana, tapi coba mari kita perhatikan baik - baik beberapa hal berikut:
1. “Pemaksaan makna”. Emilianus
menggeneralisir pengunaan istilah – istilah tersebut seolah-olah kata-kata
tersebut hanya boleh memiliki makna seperti makna awalnya sehingga kalau ada
orang yang menggunakan dengan makna lain maka orang lain tersebut salah (bisa disebut juga kesalahan genetik). Pada hal seharusnya
Emilianus harus cari tau dulu apa makna kata
Anarkis, Premanis, Teroris yang digunakan oleh “pelabel.” Orang bisa juga
menggunakan satu istilah secara stipulatif atau tidak sesuai dengan pengertian
aslinya seperti yang Emelianus sampaikan. Bisa juga terjadi bahwa seiring waktu,
makna kata sudah mengalami pergeseran. Itu hal yang lumrah. Tidak ada yang
salah. Seandainya Emilianus sudah tahu pengertian yang digunakan pelabel
(mengingat Emilianus sempat menampilkan pengertian lainnya), maka Emilianus
harus menanggapi dalam pengertian itu, jika dia benar – benar ingin
menanggapi para penuduh tersebut.
2. Masih terkait
dengan sesat pikir pertama, bisa jadi Emilianus menderita sesat pikir
“Strawman”, yaitu salah kaprah terhadap ide "pelabel" ketika menggunakan istilah - istilah tersebut. Starwman ini terlihat dari Emelianus
membahas istilah – istilah menurut definisi yang Emilianus pahami, padahal
harusnya Emelianus membahas gagasan lawan seturut dengan definisi yang lawan gunakan, bukan menurut definisi Emelianus sendiri.
3. Hal lainnya
lagi, Emelianus bukan otoritas terhadap keharusan definisi pada suatu istilah
atau tidak ada keharusan berdasarkan aslinya atau kamus atau whatever. Mungkin
maksud Emelianus ingin menampilkan pengertian asli dari istilah – istilah yang
digunakan agar orang tidak salah kaprah dalam mengunakannya. Itu baik adanya
untuk belajar sejarah makna kata. Tetapi di sini kita tidak sedang belajar
tentang sejarah makna kata. Kita membahas bagaimana aktualnya kata tersebut
digunakan. Emelianus harus tahu juga bahwa setiap orang berhak mendefinisikan
istilah apapun sesuai keinginan masing – masing (Definisi stipulatif) atau
tidak harus dalam pengertian aslinya. Dalam kasus seperti ini yang perlu
dilihat adalah sejauh mana definisi tersebut konsisten apa tidak digunakan
dengan makna lain. Kalau ternyata dalam definisi tertentu tetap konsisten, maka
bisa jadi pelabelan tersebut tidak masalah. Saya sadar bahwa orang bisa menggunakan makna kata secara berbeda dengan
makna lazim atau makna asali, namun membiarkan orang memahaminya dengan makna
lazim atau makna asali. Dan saya lihat seharusnya point inilah yang harus
dibahas Emilianus. Namun pemahaman seperti ini tampaknya belum memasuki area
radar intelektualnya.
Dan tidak menutup kemungkinan Emilianus menderita sesat pikir lainnya karena sifat kesalahan berpikir infomal yang bisa bertumpuk dengan kesalahan informal lainnya, maka, usaha Emilianus membalikan serangan “pihak – pihak tertentu” (Reductio ad absurdum) dengan sendirinya menjadi gugur atau menjadi tidak relevan. Mungkin tehadap hal ini Emilianus akan membela diri dengan mengatakan bahwa dia sekedar memberi ulasan terkait penggunaan istilah – istilah tersebut penggunaan istilah yang di gunakan “pihak – pihak tertentu” tersebut, (alias tulisannya hanya sekedar ulasan tentang sejarah makna kata tertentu) namun sayangnya dalam tulisan Emilianus jelas menangapi “pihak – pihak tertentu” ketika mereka memberi label Anarkis, Premanis, Teroris pada MS.
Jika Emilianus sebenarnya paham apa yang saya sampaikan, maka sebenarnya Emilianus telah sengaja melakukan penipuan intelektual. Namun jika Emilianus memang belum mengetahui hal - hal seperti ini, nampaknya Emilianus perlu mempelajarinya dahulu agar maksud baik tidak menjadi batu sandungan bagi publik yang membaca. Trims
Komentar
Posting Komentar