ARGUMENTUM AD VERECUNDIAM (Appeal to Authority)

Di sebuah gereja sedang terjadi persiapan kebaktian paskah. Terjadi perbincangan diantara panitia waktu seting sound system. Pe’u sedang seting sound. 

Nadus: Pe’u, kalau boleh kasi masukan, saya pikir soundnya diseting agar suaranya terdengar seolah-olah dari mimbar walau speaker tidak diletakan dekat mimbar. Kan tinggal atur frekuensinya saja. Bung yang lebih paham ini pasti bisa buat seperti itu.
Pe’u: Tidak harus begitu Nadus. Yang penting suara terdengar jelas.
Nadus: Beta hanya kasi masukan saja Pe’u karena beta liat alat-alat kita bisa buat seperti itu.
Pe’u: Tenang sa bung, beta lebih paham dari bung ,jadi bung tidak usah ajar beta.

Karena Nadus bukan orang yang ahli dibidang terkait sound system, maka Pe’u tidak mau dengar.  Namun selang beberapa tahun kemudian ada seorang ahli sound sistem gereja dari Amerika yang datang ke gereja tersebut untuk memberi pelatihan terkait penyetingan sound system gereja. Dan Pe’u sebagai soundman gereja adalah salah satu peserta pelatihan tsb. pada saat pelatihan si Ahli Sound berkata: 

Ahli Sound: Perhatikan bahwa selain sound harus memproduksi suara yg jelas, prinsip dasar penyetingan sound system gereja adalah suara harus terdengar dari mimbar, karena mimbar adalah pusat perhatian jemaat. Ini akn membantu Jemaat lebih fokus  dalam kebaktian dan nyaman mengikuti kebaktian.

Kemudian Pe’u yang sedari tadi ikut menyimak pelatihan tersebut berbincang – bincang kecil dengan rekan di sebelahnya.

Pe’u: Teman,Pak yang  ahli sound ini pintar sekali yahh... Dia sangat ahli tentang sound gereja, beta suka orang ini.

Dari cerita fiktif diatas, perhatikan bahwa apa yang dikatakan oleh Nadus sama dengan apa yang dikatakan oleh si Ahli sound tersebut. Hanya saja karena Nadus bukan orang yang ahli atau tidak dianggap ahli pada bidang terkait sound system maka Pe’u menolak masukan Nadus.  Sebagian dari kita sering meremehkan orang yang kita anggap tidak ahli atau bukan orang yang populer di bidang tertentu walau omongannya benar sekali pun. Kita sering terjebak dengan titel dan nama besar, tapi tidak perduli dengan apa isi dari omongan/argumen tertentu. Misalnya: “karena kamu bukan ahli teologi atau dikenal dalam dunia teologi maka semua yang kamu katakan terkait teologi pasti salah”, atau “karena orang tersebut  bukan profesor matematika maka orang tersebut tidak paham matematika”, dan contoh – contoh lainnya. Apa lagi jika seorang yang populer/dikenal ahli pada bidang tertentu di tegur kesalahannya oleh seseorang yang dianggap "awam" pada bidang tersebut (tidak populer/dikenal pada bidang tersebut), justru sering kali beban kesalahan diletakan pada "orang awam" tersebut. Beberapa waktu yang lalu, beta sempat mengalami pengalaman seperti ini. Hanya karena orang yang beta kritisi adalah seorang teolog ternama yang sudah mengajar di beberapa unuversitas terkait bidang keahliannya, maka kritikan beta terkait bidang tersebut dianggap salah. Bahkan sempat ditegur oleh orang "dekat" dengan menyatakan bahwa :"Teolog/Pendeta tersebut sudah mempelajari teologia bertahun - tahun, tidak seperti beta yang baru belajar tapi sudah sok paham". Pertanyaannya adalah: Apakah orang yang ahli pada bidang tertentu selama bertahun - tahun dan punya prestasi pada bidang tersebut tidak mungkin melakukan kesalahan/keliru pada bidang itu? Beta punya kecurigaan, jika kondisi sebaliknya (dari kasus beta), bisa jadi sebagian orang akan lebih mudah menerima dan membenarkannya begitu saja. Menarik bukan?!! :)

Kesalahan berpikir seperti ini di sebut dengan kesalahan berpikir “Argumentum ad verecundiam” atau bisa juga disebut "Appeal to Authority" yaitu: Menolak argumen seseorang hanya karena orang tersebut bukan yang dianggap ahli pada bidang tersebut, atau menganggap argumen tertentu pasti benar karena yang menyampaikannya adalah yang ahli atau populer/berwibawa/dapat dipercaya di bidang tertentu. Natur dari kesalahan berpikir ini adalah kebenaran bukan terletak dari apa argumennya, tapi dari siapa yang menyampaikan argumen tersebut. Kesalahan pikir seperti ini menganggap bahwa sesuatu dianggap benar, otoritasnya pada siapa yang menyampaikan, bukan pada apa isi dari penyampaiannya (argumennya). Jika salah satu diantara kita masih suka terjebak dengan kesalahan berpikir “Argumentum Ad Verecundiam”, maka mulai sekarang anda boleh belajar untuk membiasakan diri memperhatikan apa isi dari penyampaiannya, bukan siapa yang menyampaikannya. Tuhan Yesus memberkati.


Tetapi apa yang bodoh   bagi dunia, dipilih   Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah   untuk memalukan apa yang kuat,
(1 Korintus 1:27)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ORANG - ORANG POTENSIAL DALAM GEREJA HARUS 'DIMAKSIMALKAN' BUKAN 'DIMANFAATKAN'

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)

Teologi Kidung Jemaat