KESALAH-PAHAMAN YANG MENGESALKAN DALAM BERDEBAT.

Hal yang menggemaskan adalah ketika berdebat dengan pihak yang ingin berdebat, tapi jurang pengetahuan tentang teknik berargumen terlalu dalam disana. Jurus paling ampuh adalah menguji validitas argumennya, tapi kendalanya adalah kalau kita menguji validitas argumennya secara ketat, ini bisa dianggap sebagai suatu penghinaan. Entah bagaimana hal tersebut bisa demikian, tapi nampaknya pihak yang tidak paham tentang argumen menganggap uji validitas sama dengan usaha membodohi orang lain. Dan tahukah kalian, hal ini menjadi lebih sulit lagi ketika harus dihadapkan dengan orang yang kita kenal baik, atau orang yang baik dengan kita, atau orang yang kita hormati. Selain di dumay, tak jarang akhirnya memilih untuk diam atau sedikit menahan diri dan membiarkan segala macam logical fallacy yang mereka lakukan berseliweran begitu saja di depan muka, sambil tetap berusaha untuk tersenyum walau terasa pahit di hati.


Hal lainnya yang tidak kalah menggemaskan adalah; karena anda bisa berargumen dengan baik dan benar, maka itu sama dengan anda memiliki banyak (kuantitas) data/informasi/proposisi terkait berbagai pengetahuan. Teman, kemampuan berargumen berhubungan dengan kepiawaian menentukan premis - premis yang akan membentuk kesimpulan tertentu. Hal tersebut tidak berhubungan (secara langsung) dengan jumlah pengetahuan yang anda miliki. Sedangkan memiliki banyak pengetahuan lebih berguna untuk menilai kebenaran premis, tapi tidak berhubungan dengan validitas suatu argumen. Jadi, menguasai (kuantitas) berbagai pengetahuan, tidak berarti jago berargumen. Sebaliknya jago berargumen pun tidak berarti menguasai berbagai pengetahuan. Walau biasanya orang yang paham argumen akan memperkaya pengetahuannya, karena dia sadar bahwa kebenaran premisnya membutuhkan data dan informasi pengetahuan, untuk mendukung validitas argumennya. Tapi tidak semua orang yang memiliki banyak pengetahuan, sadar pentingnya memahami argumen (setidaknya sejauh pengalaman beta). Ini artinya mempunyai titel (S1,S2,S3 maupun profesor), memiliki jabatan dan populer sekalipun tidak menjamin orang tersebut bisa berargumen dengan baik. Roc*y Ger*ng bahkan seorang dosen Filsafat (terlepas dari entah dia sengaja atau tidak mengabaikan pentingnnya argumen), tapi jelas kemampuan berargumennya tidak berbanding dengan gelar keprofesorannya (diasumsikan benar dia seorang profesor).


#CurhatDebater
#LikaLikuBerdebat
#SapotongLalepakBaomong


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ORANG - ORANG POTENSIAL DALAM GEREJA HARUS 'DIMAKSIMALKAN' BUKAN 'DIMANFAATKAN'

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)

Teologi Kidung Jemaat