Ketika Si Buta Menganggap Fantasi Cahaya Akibat Benturan di Kepala sebagai Bukti Ketidakbutannya (Kasus Papa Kriesto)

Tulisan ini dimaksudkan sebagai bantahan untuk tulisan si Kriesto atas tanggapannya terhadap tulisan Ma Kuru. Kenapa saya yang memberi bantahan? Alasannya sederhana: menurut saya, si Kriesto tidak punya kapasitas nalar yang memadai untuk berdebat dengan Ma Kuru. Karena itu saya meminta ijin pada Ma Kuru untuk memberi bantahan terhadap tulisan si Kriesto yang sebenarnya hanya membantahan hayalannya sendiri alias bantahannya terhadap tulisan Ma Kuru secara keseluruhan lebih bersifat strawman, dimana apa yang dibantah tidak menyentuh hal substansial yang diangkat oleh Ma Kuru. Agar saya tidak asal klaim, maka saya akan membuktikannya.

Semua ini berawal ketika teman saya Duke memberikan postingan di CLDC yang memuat tanggapan Papa Kriesto terhadap tulisan Ma Kuru (disini). Tulisan Ma Kuru dapat dibaca di sini. Secara keseluruhan tulisan Ma Kuru bukan untuk membuktikan apakah Wahyu Renaldy adalah orang yang sama dengan Papa Kriesto atau Papa Kriesto non-Katolik walau “kecurigaan” itu ada. Itu bukan isu sebenarnya. Poin yang diangkat oleh Ma Kuru adalah ingin dibuktikan Ma Kuru adalah ketidak-mampuan Papa Kriesto bernalar atau ketidakmampuannya menggunakan logika (terkait sikap dan pemikiran).

Pertama, si Kriesto menanggapi paragraf pertama Ma Kuru yang mempertanyakan klaim Kriesto bahwa dia katolik, mengiungat URL Facebooknya yang menghina Yesus Kristus. Dia mengatakan bahwa Ma Kuru tidak tau duduk persoalanhya. Mungkin memang benar demikian. Ma Kuru tidak mengatakan bahwa dia (Ma Kuru) punya kapasitas tentang hal itu. Ma Kuru tidak mengemukakan keyakinan 100%. Ma Kuru menggunakan frase “sangat sulit…mempercayai” atau kata “kelihatannya”. Frase ‘sangat sulit…mempercayai’ tidak sama dengan artinya dengan ‘tidak mungkin’. Dan Ma Kuru memperkirakan si Kriesto adalah orang non-kristen yang sedang menyamar. Dengan kata lain bagian tulisan Ma Kuru ini merefleksikan apa yang Ma Kuru pikirkan. Nah, penggunaan kata-kata yang merefleksikan ketiadaan keyakinan 100% seperti “keliatannya” diserang oleh si Kriesto dengan mengatakan Ma Kuru menggunakan jurus kira – kira. Pada hal itu adalah suatu bentuk kejujuran intelektual Ma Kuru. Apakah si Kriesto mengharapkan Ma Kuru atau siapapun menggunakan kata – kata yang merefleksikan keyakinan mutlak ketika menyatakan sesuatu yang Ma Kuru tidak yakin mutlak? Apakah seseorang tidak boleh mengemukakan pandangannya dengan cara yang tepat yaitu menggunakan kata yang berkonotasi kemungkinan saat kita memang tidak yakin 100%? Rupanya itu yang diserang si Kriesto sehingga dia justru menyerang Ma Kuru ketika menggunakan kata tersebut.  Pemikiran Ma Kuru ini, diserang si Kriesto dengan mengatakan demikian:

“Dan sepertinya tuduhan USANG ini tidak pernah ada yang bisa membuktikan bahkan anak buahnya yang sering berdebat dengan saya duke archangel demaskus pun membuat tuduhan saklek seperti ini dan hingga sekarangpun masih sibuk mencari FAKTANYA (bukti dan saksi)”

Si Kriesto melakukan kesesatan pikir (fallacy) yang sangat nampak. Papa Kriesto menuduh Ma Kuru sudah “menuduhnya” non-Katolik dengan berasumsi bahwa Ma Kuru tidak bisa membuktikannya. Padahal Ma Kuru tidak sedang mengatakan hal yang dituduhkan si Kriesto. Dia hanya memperkirakan. Dia tidak mengatakan keyakinan 100% dan untuk alasannya untuk perkiraan itupun sudah dikemukakan. Dengan kata lain di sini Kriesto melakukan sesat pikir strawman, dimana asumsi Ma Kuru yang menyatakan kecurigaannya Kriesto adalah non-katolik, tapi malah di lebih-lebihkan oleh Kriesto dengan mengatakan Ma Kuru menganggapnya pasti Katolik. (Strawman adalah melebih-lebihkan pendapat lawan debat atau menyerang asumsi atau pemikiran sendiri yang bukan pemikiran lawan debat).

Hal lain yang perlu diperhatikan lagi di sini adalah bahwa si Kriesto sebenarnya memang hanya seorang propagandis yang tidak tau cara yang sopan untuk berdiskusi. Kalau memang dia mau diskusi, maka dia tinggal menunjukkan saja bahwa alasan yang dikemukakan Ma Kuru untuk mendukung kecurigaannya dapat dibantah dengan fakta yang lain. Namun demikian, bukan itu yang terjadi.

Kedua, si Kriesto menanggapi paragraf kedua dari tulisan Ma Kuru yang membantah klaim Kriesto bahwa Ma Kuru mengikuti diskusinya dengan Duke. Papa Kriesto tetap mengklaim bahwa Ma Kuru sering (perhatikan kata sering) mengikuti diskusinya dengan Duke walau Ma Kuru sudah menyatakan bahwa dia tidak pernah mengikuti perdebatan Kriesto dengan Duke dan Dukepun mengkonfirmasi apa yang dikatakan Ma kuru. Ma Kuru meminta Kriesto untuk menarik ucapannya tapi malah kembali untuk kedua kalinya dalam tanggapan Kriesto terhadap tulisan Ma Kuru mengatakan :

”Dan masalah perdebatan saya dengan duke, sepertinya saya itu tidak keluar dari kebenaran, realitanya memang paijo ini beberapa kali disusruh duke untuk mengomentari hasil diskusi. Apa kapasitas paijo termasuk orang yang bodoh, yang berkomentar tanpa memnbaca komen2 diskusinya terlebih dahulu

“Jadi klo paijo ini hanya menyoroti seputar yang dia anggap klaim saya yang mengatakan “dia sering mengikuti debat saya…”, hehe…sudah saya jawab diatas, paijo sering diminta pendapat bahkan dijadikan tolok ukur menilai kebenaran hasil diskusi dan dari perkataan paijo sendiri “ beberapa kali Duke pernah menghubungi saya dan meminta pendapat…” dan “saya pernah beberapa kali memberi masukan….”, Nah, dari ini saja sudah menunjukan paijo ini sudah sering mengikuti diskusi saya dengan duke, terlepas dia nyimak sendiri/muncul saat diundang duke.

Hal yang lucu di sini adalah hanya karena Ma Kuru pernah memberi masukan kepada Duke, maka si Kriesto langsung berkesimpulan bahwa Ma Kuru sudah sering mengikuti/membaca perdebatannya dengan Duke. Padahal masukan dari seseorang terhadap orang lain tidak harus selalu membaca perdebatan mereka. Sepanjang pengalaman saya, beberapa kali saya pernah di inbox melalui Facebook oleh beberapa teman yang meminta pendapat tentang suatu isu yang sedang didiskusikannya dengan orang lain entah dimana. Saya cukup meminta informasi seperlunya (poin – poin inti) terkait isu yang sedang dibahas tanpa perlu membaca keseluruhan diskusi mereka atau dengan siapa dia berdiskusi dan itu berhasil dengan baik asalkan kita mengerti dan paham isunya. Postingan Ma Kuru dan Duke mengkonfirmasi hal bahwa itulah juga yang terjadi antara Duke dan Ma Kuru. Mungkin si Kriesto tidak punya kemampuan ini sehingga dia perlu mengikuti/membaca debat baru bisa beri masukan pada orang yang meminta pendapatnya. Namun demikian, hanya karena dia tidak punya kemampuan itu, tidak berarti orang lain pun sama tidak mampunya seperti dia. Di samping itu rupanya si Kriesto juga perlu belajar membangun argumen lagi karena pengakuan Ma Kuru tentang memberi masukan kepada Duke tersebut yang dipake Kriesto sebagai premis – premis untuk mendukung kesimpulannya tidak menjustifikasi kesimpulan bahwa Ma Kuru sering mengikuti diskusinya dengan Duke  Ini adalah konstruk argumen yang fatal cacat karena premis – premis yang di pakai tidak relevan untuk mendukung kesimpulan/tuduhannya.

Ketiga, dalam paragraf – paragraf selanjutnya dari tanggapan si Kriesto terhadap tulisan Ma Kuru adalah bentuk – bentuk pengulangan argumen sebelum – sebelumnya yang sudah saya bantah di atas sehingga ini menunjukan bukti ketidakmampuan si Kriesto dalam bernalar atau berlogika. Kriesto kembali menuduh Ma Kuru telah menuduhnya orang yang sama dengan Wahyu. Jika kita baca komentar Ma Kuru sama sekali tidak menuduh demikian melainkan hanya menyampaikan refleksi pikiran Ma Kuru terkait hal tersebut tanpa maksud menuduh si Kriesto. Simak kalimat Ma Kuru berikut dan tanggapan si Kriesto yang pure strawman :

Ma Kuru : Nah, kalau saya perhatikan, si Kriesto ini memiliki kemiripan yang sangat besar dengan orang lainyang juga mengaku diri Katolik dan juga pekerjaan sehari-harinya di Facebook adalah pergi dari satu status orang Kristen ke status orang Kristen yang lain dan mengata-ngatai mereka sesat atau memaki-maki mereka sebagai bodoh. Orang itu menyebut diri sebagai Wahyu Renaldy. Karena itu kiranya tidaklah tak beralasan untuk mengatakan bahwa si Papa kriesto adalah si Wahyu Renaldy. Kalaupun misalnya ternyata mereka berdua hanya orang yang berbeda dengan template sikap dan perilaku serta pemikiran yang sama (atau setidaknya sangat mirip), hal itu tidak relevan dengan isu yang saya angkat karena yang perlu diperhatikan adalah sikap dan pemikirannya yang perlu dihindari terlepas terlepas dari apakah keduanya orang yang sama atau tidak.

Berikut tanggapan Papa Kriesto :
Tanggapan PK : Hemmm…sudah terlalu sering mendengar tuduhan klo saya adalah si A, B, C, D dll, hehe… Tuduhan yang satu saja belum bisa dibuktikan, kok ditambah lagi…ilmu STMJ banget si paijo ini.                                              
                                                                                                  
 Tapi hingga sekarang, SATU ORANGPUN belum ada yang bisa membuktikan dengan menyajikan bukti dan saksi/FAKTA RIILnya didepan saya apalagi didepan public. Jadi ilmu “kira-kira” bisa menjadi ilmu “kura-kura” sendiri bagi sipenuduh.

Apa paijo mau mencoba membuktikan klo memang penasaran ? akan saya persilahkan dengan senang hati. Hehe… Nah…karena paijo sudah menuduh lagi, saya akan tunggu pembuktiannya, dan sangat lucu disini…paijo hanya bisa menuduh tanpa bisa memaparkan bukti apapun, ini…itu…kekkk…hehe, lagu lama paijo masih dipake ternyata untuk pembenaran diri dan kabur dari masalah yang sebenarnya dibicarakan.                                   System Klasik banget…

Klo sekarang bicara masalah “sikap dan pemikiran”, sikap yang mana yang dikoreksi, dan mana yang salah ? sepertinya penjelasan diatas sudah relevan berrdasarkan fakta untuk menjawab system SKSD-nya paijo ini, dan klo masalah pemikiran…pemikiran masalah apa yang dikoreksi ? Karena pemikiran yang dimaksud disini oleh paijo tidak diSPESIFIKASIKAN, jadi bisa saya/kita anggap ini seperti diatas, yaitu ‘ilmu kira2 / kura2 “ saja.

Perhatikan tanggapan si Kriesto yang tidak memahami tulisan dari Ma Kuru. Padahal pada kalimat terakhir Ma Kuru sangat jelas menulis bahwa isu yang diangkat bukan soal Kriesto sama dengan Wahyu atau sama dengan siapalah. Sekali lagi si Kriesto melakukan strawman dengan menyerang pemikiran sendiri bukan pemikiran lawan debat. Kriesto kembali menuduh Ma Kuru telah menuduhnya, padahal tulisan Ma Kuru jelas menunjukan ketidakpastian Ma Kuru apakah Kriesto sama dengan Wahyu dan juga tidak menuntut orang untuk mempercayai bahwa Kriesto adalah Wahyu (baca kalimat terakhir Ma Kuru yang saya copas diatas). Poin inti dari Ma Kuru adalah membahas SIKAP DAN PEMIKIRAN Kriesto yaitu si Kriesto terlalu bodoh untuk memahami atau menangkap maksud Ma Kuru. Jika ditanya sikap dan pemikiran yang mana? Maka di atas sudah saya buktikan sikap Kriesto yang tidak beretika dan pemikiran-nya yang kacau yang masih akan saya buktikan dalam tulisan ini. Mungkin si Kriesto akan bertanya kalau tidak menuduh buat apa menulisnya demikian atau membahas soal kesamaan saya (kriesto) dengan Wahyu? Jawabannya sederhana saja, kejadian Wahyu di CLDC dan terutama debat di wallnya Pak Pendeta Ady, perdebatan dengan Duke dan seterusnya anda juga terlibat di dalamya (ikut komen), jadi hal yang wajar jika orang mencurigai demikian, asalkan tidak menuduh bukan? Tidak ada salahnya. Ataukah kebebasan berpikir dan mengkomunikasikan apa yang dipikirkan sudah tidak ada dalam kamus si Kriesto? Siapa yang berhak melarang orang untuk memikirkan satu hal dan mengemukakan pandangannya secara bertanggung jawab? Si Kriesto? Siapakah si Kriesto untuk berani melarang orang berpikir dan mengemukakan pendapatnya secara bertanggung jawab?

Berikutnya, si Kriesto menanggapi tulisan Ma Kuru dalam menanggapi Wahyu waktu perdebatan di wall CLDC dimana Wahyu tidak mau tunduk pada aturan kelompok tersebut. Si Kriesto turut mendukung si Wahyu. Saya akan membahas dua poin disini, yaitu dukungan Kriesto terhadap Wahyu soal Wahyu tidak tunduk pada aturan grup dan soal perdebatan Wahyu soal pejabat VOC yang membunuh dan mengancam misionaris Katolik di indonesia.

Kriesto mendukung Wahyu yang tidak mau tunduk pada aturan Grup. 

Entah sejauh mana pemahamannya sehingga Kriesto mendukung Wahyu, tapi yang tampaknya Kriesto hanyalah orang bodoh yang tidak punya kemampuan bernalar dengan baik. Ketika Wahyu mengatakan tidak mau tunduk pada aturan grup dan hanya mau tunduk pada aturan Tuhan. Maka akan menjadi pertanyaan apa alasan tidak mau tunduk dengan peraturan grup? Atau pertanyaan lebih spesifik jika menolak peraturan grup, maka apa yang salah dengan peraturan grup? Apakah bertentangan dengan peraturan Tuhan? Atau apa? Saya tidak menemukan alasan yang tepat kenapa Wahyu menolak (dan Kriesto mendukung wahyu) aturan grup. Asumsi yang paling mungkin adalah aturan grup bertentangan dengan Peraturan Tuhan. Jika benar demikian mari kita lihat :

Secara umum peraturan dalam grup CLDC adalah berdiskusi dengan menggunakan kaidah-kaidah logika. Apakah diskusi menggunakan kaidah-kaidah logika bertentangan dengan peraturan Tuhan atau malah justru sejalan? Kalau Wahyu tunduk pada peraturan Tuhan, maka dia tidak akan bermasalah dengan peraturan grup atau menolak peraturan grup. Atau seandainya jika Wahyu ataupun Kriesto yang turut mendukung bisa buktikan aturan grup bertentangan dengan peraturan Tuhan, maka saya tantang Kriesto atau Wahyu untuk membuktikannya! Dan juga adalah tindakan tidak etis jika masuk kedalam rumah orang dan tidak memperhatikan sopan santun.

Soal perdebatan Wahyu di grup CLDC tentang pejabat VOC yang membunuh dan mengancam misionaris Katolik di indonesia.


Sebenarnya saya tidak perlu menanggapi hal ini karena tidak ada tanggapan berarti dari Kriesto terhadap poin-poin yang digugat Ma Kuru dari link yang di berikan Wahyu selain hanya melakukan straw man dan red herring serta mengatakan tidak ada tanggapan apa-apa dari teman-teman di CLDC selain ngerumpi dll walaupun sudah ditanggapi Ma Kuru dan Ma Lobo dengan argumen yang telak. Berikut saya buktikan :
Ma Kuru membuktikan dengan analogi bahwa link yang diberikan Wahyu yang menggunakan kejadian buruk masa lampau yang dipakai untuk menyimpulkan tentang keadaan protestan pada saat ini adalah suatu kesalahan pikir alias fallacy.. Analogi Ma Kuru untuk menunjukan kesesatan pikir link tersebut sebagai berikut : “Semua orang dewasa pasti menetek karena masih kecil dia menetek”, nah ini adalah kebodohan Wahyu dalam berpikir.  Kejadian masa lalu tidak bisa begitu saja (tanpa kualifikasi) dipakai menyimpulkan bahwa protestan yang sekarang sama dengan yang dulu. Dengan demikian kesimpulan link-nya Wahyu ini pun gugur alias cacat logika. (keterangan : anak masih kecil = kejadian masa lalu, orang dewasa menetek = kesimpulan protestan sekarang jelek/buruk)

Namun perhatikanlah kebodohan si Kriesto atas ketidak-mampuannya menela’ah analogi dari Ma Kuru. Si Kriesto mengatakan :

Dari perumpamaan paijo tentang anak kecil diatas saja kita bisa semakin paham dengan kapasitas paijo yang SEMBRONO dengan ilmu CUAP saja, sebab realitanya adalah tidak semua anak kecil/bayi yang menetek pada ibunya, dan realita ini tentu banyak kita bisa jumpai dilingkungan sekitar kita.

Jujur saja, ketika membaca tanggapan si Kriesto ini saya tertawa terpingkal-pingkal (baca kembali tulisan Kriesto yang saya garis bawahi). Saya tahu bahwa si Kriesto (yang kemungkinan juga adalah si Wahyu) ini BODOH, tapi saya tidak menyangka kalau Kriesto lebih bodoh lagi dari yang saya sangka. Apa hubungannya anak masih kecil netek/tidak dengan poin yang ingin Ma Kuru sampaikan? Ma Kuru tidak sedang mempersoalkan apakah semua bayi menetek masih kecil atau ada yang tidak. Disini terlihat jelas si Kriesto mengalami masalah dengan penalaran atau tidak mempunyai kemampuan bernalar dengan baik. Kalau seandainya si Kriesto masih tetap saja tidak menyadari kebodohan ini, maka si Kriesto benar-benar BODOH TINGKAT DEWA hehehehe…

Hal berikut yang dikritisi Ma Kuru dari link si Wahyu atau mungkin si Kriesto adalah bahwa merupakan suatu kesalahan pikir jika kesalahan “oknum Protestan” kemudian menghasilkan kesimpulan “sistem protestan” buruk”. Kalau si Kriesto atau Wahyu belum paham maka saya pakai contoh yang sederhana: “Kalau si Kriesto yang (katanya) beragama Katolik kedapatan memperkosa seorang anak kecil, lalu apakah itu berarti bahwa agama Katolik ini buruk karena si Kriesto yang beragama Katolik melakukan perbuatan tidak terpuji? Orang yang waras akan menjawab dengan ‘Tidak’ yang menggema. Di sini Wahyu atau Kriesto juga sudah melakukan sesat pikir lainnya yaitu : Statistic of small number, dimana satu kasus digunakan untuk menjudge keseluruhan. Dan terhadap argumen Ma Kuru ini tidak ada tanggapan berarti dari Kriesto alias argumen Ma Kuru tidak terbantahkan. Ma Kuru “SETUJU” seputar sejarahnya yang dalam hal ini saya asumsikan sebagai “mungkin” kejadian itu benar terjadi tapi tidak ada hubungan dengan Protestan dicap buruk karena itu adalah perbuatan oknum/kelompok tertentu dan Kriesto pun tidak menyanggah itu. Kemudian selanjutnya si Kriesto hanya bisa melakukan Red herring dengan membicarakan hal yang tidak ada sangkut-pautnya dengan apa yang dikritisi. Jika dia mau membela Wahyu, maka dia harus membuktikan kalau kesimpulan Wahyu itu benar atau mematahkan argumen Ma Kuru atau argumen Ma Lobo yang menggugurkan tulisan dalam link yang di post oleh Wahyu, karena inti dari argumen Ma Kuru dan Ma Lobo bukan mengkritisi sejarah itu benar atau tidak tapi menguji valid dan sonudnya kesimpulan yang ditarik dari fakta tersebut. (disini saya tantang Kriesto untuk patahkan argumen Ma Lobo dan Ma Kuru).

Berikutnya, pada bagian akhir tulisannya, si Kriesto melakukan sesat pikir dengan melakukan penipuan dengan menuduh Ma Kuru dan Pdt Ady memaki dan menghujat duluan tanpa disertai bukti yang jelas atau si Kriesto memang tidak paham apa itu Ad Hominem. Dia kemudian  menantang Ma Kuru untuk diskusi secara terbuka dan keluar kandang. Hehehe… sungguh lucu Kriesto ini. Apa yang hebat dari si Kriesto selain jago membuat “sesat pikir”? Apakah orang yang hanya bisa mengumbar “sesat pikir” pantas untuk berdiskusi? Saya sendiri sampai sekarang masih mempertanyakan kapasitas si Kriesto dalam berdiskusi karena sejauh ini dia memang tampaknya punya nyali untuk menantang orang tetapi belum menunjukkan kemampuannya berdiskusi secara ketat secara logis. Yang dia lakukan hanyalah sesat pikir demi sesat pikir.

Masih banyak sesat pikir lainnya yang menunjukan ketidak-mampuan Papa Kriesto dalam berdebat, mengaku paham logika tapi jeblok dalam mencerna tanggapan Ma Kuru dan secara keseluruhan tanggapan Papa Kriesto terhadap tulisan Ma Kuru hanya mengubar strawman dan berbagai sesat pikir lainnya yang tak terelakkan. Sebenarnya tanpa saya perlu membuat bantahan ini pun tulisan Ma Kuru tersebut memang tak terbantahkan. Hal – hal lainnya hanya berupa bumbu-bumbu pemanis dari Papa Kriesto yang tidak berguna. Tidak perlu saya tanggapi karena bukan argumen yang layak untuk ditanggapi alias tak perlu ikut – ikutan bodoh seperti Papa Kriesto.

Semoga Sang Juruselamat yang hidup memberikan kemampuan yang baik kepada Kriesto dan dia bisa lebih baik dalam diskusi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDETA KONSERVATIF atau PENDETA LIBERAL?

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)

Teologi Kidung Jemaat