PENGKHOTBAH atau PENDONGENG?
Ayat tersebut tidak berarti menceritakan bagian khotbah tertentu yang terus diulang di berbagai momen pada hal tema khotbah berbeda. Apa lagi terus mengulang cerita humor yang sama diberbagai momen khotbah. Public speaking itu penting, tapi literasi teologi harus menjadi muatan primer dan prioritas etis setiap Pelayan Firman. Pelayan Tuhan bukan seorang penghibur atau pelawak diatas panggung, melainkan Corong Kebenaran yang dipercayakan mandat suci oleh Allah untuk mengabarkan Injil Keselamatan. Ketika literasi teologi diabaikan, kita secara implisit menghina Amanat Agung yang dipercayakan kepada kita. Jemaat yang datang dengan dahaga rohani tidak akan dipuaskan, sebab yang tersaji di mimbar bukanlah Mata Air Sang Juruselamat (Yohanes 4:14), melainkan "dongeng-dongeng tak berguna" yang kosong substansi
Mungkin kita tergoda untuk berargumen dengan angka-angka: "Banyak orang menyukai khotbah saya," atau "Undangan berdatangan tiada henti." Namun, kita harus ingat prinsip teologis bahwa popularitas tidak selalu berbanding lurus dengan kebenaran. Yesus sendiri, Sang Kebenaran yang sejati, divonis bersalah oleh mayoritas masyarakat pada masanya. Peringatan tegas dari 2 Timotius 4:3-4 menguatkan dilema ini. Rasul Paulus menubuatkan bahwa akan tiba masanya, manusia lebih memilih untuk mengumpulkan guru-guru yang hanya memuaskan keinginan telinga mereka daripada menerima Ajaran Sehat. Risiko terbesar bagi seorang pengkhotbah adalah terjebak dalam kategori pendongeng yang disukai oleh massa yang secara rohani tidak sehat.
Maka, alangkah ideal dan bertanggung jawabnya apabila Kualitas Teologis dari khotbah berjalan sejajar, bahkan melampaui, popularitas sebagai pengkhotbah. Memiliki imperatif yang berkelanjutan untuk terus meng-update dan meng-upgrade Literasi Teologi, agar tidak sekedar menjadi badut penghibur yang bertoga saja.

Komentar
Posting Komentar