DIMANAKAH POSISI ANDA? (Menanggapi tulisan Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo di Harian Pos Kupang, Sabtu, 16 Februari 2013 berjudul "Mujizat")



Menarik membaca tulisan Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo di Harian Pos Kupang, Sabtu, 16 Februari 2013 berjudul "Mujizat". Yang menarik beliau membagi dalam dua aspek, yaitu : extra ordinary miracle, dimana Allah bekerja tanpa melibatkan pihak lain (tindakan manusia). Contoh : Penciptaan dan kebangkitan Yesus. Sedangkan ordinary miracles adalah Allah bertindak melalui tindakan manusia. Natur dari tulisan ini adalah gambaran tentang kebingungan yang diakibatkan tulisan tersebut sekaligus permintaan klarifikasi.
Untuk ordinary miracles, Bapak Pendeta Ebenhaizer Nuban Timo yang selanjutnya saya sebut Pak Eben merumuskan bahwa Mukjizat adalah 100% karya Allah dan 100% "karya" manusia. Pak Eben berargumen bahwa mukjizat tidaklah turun bulat-bulat dari sorga; tetapi Allah bekerja 100% dan manusia juga bekerja 100% serta hasilnya bukanlah 200% melainkan tetap 100%. Tidak ada persaingan karena kedua pihak bekerja pada level atau tataran yang berbeda. Pak Eben juga berkomentar : "Allah tidak akan mengerjakan mukjizat (ordinary miracles) ke atas hidup orang-orang yang malas. Mukjizat hanya akan nyata dalam hidup kita bila kita memohonkan itu dari Allah dalam doa dan melakukan hal-hal yang perlu untuk menyambut jawaban Allah atas doa-doa kita”. Pak Eben juga mengamati bahwa pandangan umum yang dijumpai tentang mukjizat adalah bahwa mukjizat merupakan suatu kejadian made in heaven yang 100% karya Allah dan manusia tidak punya andil apapun. Peran manusia dalam menghadirkan mukjizat nol persen. Sedangkan menurut Pak Eben, peristiwa air berubah menjadi anggur menampilkan kenyataan yang berbeda dengan pendapat umum tadi. Mukjizat adalah karya 24 karat dari Allah, tetapi manusia tidak pasif dan hanya menunggu. Manusia juga 100% berusaha. Ada hal lain yang menarik yang dikatakan Pak Eben yaitu bahwa mukjizat memang merupakan kejadian yang berada di luar kita. Tetapi mukjizat tidak dimulai dari situ. Ia mulai dari dalam kita, yakni pada sikap batin seseorang menanggapi hal-hal yang terjadi. Masih ada beberapa hal lainnya yang menarik yang Pak Eben angkat tetapi belum bisa saya komentari banyak, karena keterbatasan informasi untuk mengetahui maksud Pak Eben.
Baik, kurang lebihnya secara umum latar belakang pemikiran Pak Eben saya setujui (atau setidaknya untuk sementara anggaplah demikian). Artinya, saya bisa saja setuju dengan pemikiran beliau tetapi bisa juga tidak, tergantung dari perspektif mana yang Pak Eben ambil. Maksudnya begini: ketika beliau mengatakan manusia tidak boleh pasif dan menunggu (manusia berusaha 100%) saya bisa saja setuju jika ini berarti kita (baca: manusia) berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah (dari sisi manusianya). Namun secara Alkitabiah tidak ada manusia yang bisa aktif merespon Allah, tetapi kondisi ini hanya bisa terjadi karena Allah sudah lebih dulu bekerja di dalam diri orang itu dan melahirbarukannya. Seperti tertulis dalam  Roma 3 : 11, Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. ini artinya keberdosaan manusia membuat manusia tidak mungkin merespon Allah.  Jadi di sini Pak Eben perlu menjelaskan apa maksud "manusia 100% berusaha".
Berikutnya ketika beliau merumuskannya dalam bentuk "Allah berkarya 100% dan manusia berkarya 100% dan hasilnya 100%", maka lebih menambah kesan rancu dari formulasi pandangan beliau. Perumusan ini bisa menimbulkan interpretasi macam-macam. Pak Eben mengatakan karya Allah dan karya manusia pada level yang berbeda yang sepertinya maknanya adalah "Ora Et Labora" (hal ini masih kurang jelas bagi saya). Yang menjadi masalah adalah ketika Pak Eben membedakan dalam "100% Karya Allah dan 100% karya manusia", maka timbul pertanyaan, apa maksud 100% KARYA manusia di sini? Saya cukup terganggu dengan frasa "karya" manusia. Setidaknya ADA DUA kemungkinan interpretasi:
1. Bahwa manusia juga punya andil (karya) di luar 100% karya Allah, atau;
2. "karya" manusia itu masuk dalam 100% karya Allah dimana "karya" manusia bukan karena manusianya, tapi karena Allah yang bekerja atas dia.
Dari perumusan Pak Eben sepertinya lebih cocok untuk kemungkinan interpretasi yang pertama, yaitu 100% karya Allah tidak sama dengan 100% karya manusia. Artinya keduanya tidak saling bersaing. 100% karya manusia adalah murni usaha manusia di luar 100% karya Allah (tergambar dari perumusan Pak Eben sendiri, yaitu :”Mukjizat adalah 100% karya Allah dan 100% "karya" manusia” ).
Mari kita coba lihat lebih jauh lagi. Jika Pak Eben percaya bahwa manusia adalah (hanya) alat Allah semata dalam mengerjakan mukjizat, maka perbuatan manusia (dalam bahasa Pak Eben "karya manusia") itu harusnya sudah masuk dalam 100% karya Allah, karena mukjizat hanya bisa terjadi oleh Allah sendiri dan manusia pun Allah yang berperan atasnya (bukan usaha manusia). Ketika beliau membedakan dua jenis mukjizat yaitu extra ordinary miracle dan ordinary miracles dalam artian yang satu (extra ordinary miracle) tidak melibatkan manusia dan yg satunya (ordinary miracles) melibatkan manusia sebagai alat itu tidak masalah, tapi ketika dirumuskan demikian maka menimbulkan kerancuan dalam pemaknaan keduanya. Namun saya bisa saja salah, untuk itu di sini perlu didefinisikan dulu secara jelas apa definisi mukjizat yang konsisten terhadap dua aspek yang Pak Eben sampaikan.
Mari kita coba sarikan implikasi logisnya bagimana. Menurut saya, jika Pak Eben juga berpendapat tidak ada yang lepas dari kendali Allah termasuk manusia dan tindakannya, maka perumusan untuk dua aspek (extra ordinary miracle dan ordinary miracles) adalah harusnya sama nilainya (baca: esensi). Yg membedakan cuma adalah extra ordinary miracle tdk melibatkan manusia dan ordinary miracles melibatkan manusia. Bercermin pada perumusan Pak Eben maka menurut saya rumusan kedua aspek (extra ordinary miracle dan ordinary miracles) menjadi demikian:
100% karya Allah = 100% Mujizat, artinya:  baik extra ordinary miracle maupun ordinary miracles adalah murni pekerjaan Allah. Lalu bagaimana dengan perbuatan manusia dalam ordinary miracles? Jawabnya perbuatan manusia itu sudah masuk dalam 100% karya Allah, krn perbuatan manusia pun bukan karena usahanya sendiri, tapi juga karena Allah yang bekerja atas manusia itu sendiri. Rumusan jelasnya demikian:
100% karya Allah (tidak melibatkan manusia) = 100% Mukjizat (extraordinary miracle)
100% karya Allah (melibatkan manusia) = 100% Mukjizat (ordinary miracles).
Jadi terkait hal-hal yang saya sampaikan di atas, maka saya ingin Pak Eben mengklarifikasi posisi bapak bagaimana dan seperti apa, yaitu dengan memilih dua kemungkinan makna yang sudah saya sampaikan di atas atau mungkin ada makna ketiga yang tidak saya sempat pikirkan. Apakah maksud Pak Eben itu asumsi yang pertama atau asumsi yang kedua (baca: ADA DUA KEMUNGKINAN). Yang pasti saya melihatnya tidak ada alternatif (asumsi) lain selain memilih di antara kedua asumsi tersebut (Hukum Konradiksi/Non Kontradiksi). Kalau Pak Eben beranggapan bahwa ada kemungkinan ketiga, saya ingin tahu apa alternatif tersebut.
Poin berikut yang saya ingin tanggapi adalah paragraf terakhir tulisan Pak Eben. Dalam paragraf tersebut Pak Eben menyinggung soal Nikodemus. Menurut beliau Nikodemus tidak menyambut mujizat karena dia menitik-beratkan rasio dan akal budi dalam memahami realitas kehidupan. Mungkin karena takut dibilang irasional, kemudian Pak Eben langsung menerangkan bahwa dengan mengatakan demikian tidak berarti beliau menolak akal dan rasio dalam memahami mukjizat. Menurut Pak Eben, hidup memiliki dimensi lain yang melampaui rasio dan akal budi. Manusia bukan hanya mahkluk yang berpikir dan bernalar. Ia (baca: manusia) juga adalah pribadi yang merasa dan berelasi. Yang menjadi masalah adalah Pak Eben tidak memberikan definisi secara jelas apa definisi rasio dan apa definisi akal budi disini, sehingga apa yang tertulis masih sangat absurd. Apa maksud dimensi lain yang melampaui rasio dan akal budi? Apakah dalam dimensi lain itu akal tidak dipakai? Atau bagaimana maksudnya?
Di atas saya hanya mencoba menuliskan beberapa implikasi secara logis dari tulisan Pak Eben. Agar tidak strawman (strawman adalah menyerang sebuah gagasan yang sebenarnya bukan ide atau gagasan teman diskusi) saya hanya mencoba mengangkat beberapa opsi pandangan Pak Eben dan mencoba mengemukakan hal-hal yang menurut saya masih membingungkan dari tulisan Pak Eben. Saya belum sepenuhnya paham esensi tulisan Pak Eben karena ada beberapa hal yang secara definitif dari tulisan beliau yang belum bisa saya pahami sepenuhnya. Apa yang saya sampaikan di atas masih berupa kemungkinan opsi yang perlu diklarifikasi oleh Pak Eben, terutama tentang apakah 100% karya manusia itu murni usaha manusia tanpa Allah atau Allah berperan penuh pada diri manusia? Apa makna 100% karya Allah dan 100% karya Manusia pada level yang berbeda/tak ada persaingan? Apa perumusan ordinary miracles bapak samakan dengan dwi natur Yesus? Juga menegaskan definisi mukjizat yang konsisten dengan dua aspek yang anda sampaikan, apa definisi rasio dan apa definisi akal budi? dan beberapa hal penting lainnya. Jadi, kami sangat berharap Pak Eben memberikan klarifikasi sehingga kami (jemaat) tidak terjebak dalam kesalah-pahaman karena ketidak-pahaman kami ketika membaca tulisan anda. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih. 
Tuhan Yesus memberkati.

Komentar

  1. dialektika yang di bangun seperti ini sangatmemnuhi standar berteologia yang baik, mai kita terus pupuk dan pelihara untuk kemuliaan Nama Tuhan kita Yesus Kristus

    BalasHapus
  2. mksh Om Yoyarib. Mudah2an ada tanggapan dr beliau agar tdk terjadi kebingungan. Mksh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ORANG - ORANG POTENSIAL DALAM GEREJA HARUS 'DIMAKSIMALKAN' BUKAN 'DIMANFAATKAN'

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)

Teologi Kidung Jemaat