KARENA TIDAK TERTULIS SECARA “EKSPLISIT” MAKA SALAH? (KASUS SHEM TOV/TEGUH HINDARTO)


Tulisan ini untuk  mengkritisi kesalahan berpikir seorang teolog bernama Teguh Hindarto yang menggunakan akun dengan nama ShemTov di facebook. Debat antara beta dan ShemTov bisa dilihat disini : https://www.facebook.com/groups/esra.soru.friends/permalink/10151747287164473/ . Beta juga akan mengupas hal – hal lainnya terkait pandangan ShemTov baik tulisan – tulisan beliau maupun perdebatan – perdebatannya dengan beberapa pihak.  Tulisan ini akan tampilkan implikasi – implikasi apa yang bisa terjadi jika berpegang pada pandangan ShemTov. Terkait hal ini beta akan tampilkan secara singkat pandangan ShemTov (Teguh Hindarto) sehingga pembaca boleh paham apa yang ingin beta kritisi dari pandangannya, dan hal – hal lainnya akan bergulir seiring tulisan ini.   


ShemTov alias Teguh Hindarto (yang seterusnya beta sapa Mr. Eksplisit) “mengharuskan” istilah “Tuhan” hanya sapaan untuk “Bapa” saja dan menolak istilah “Tuhan” menjadi sapaan Anak (Yesus). Alasan Mr. Eksplisit tidak ada secara eksplisit tertulis frasa “Theos Iesos” dalam Kitab PB Yunani untuk Yesus. Sapaan untuk Yesus hanya menggunakan frasa “Kurios”. Berikut beta tampilkan padanan istilah Theos dan Kurios yang di sampaikan Mr. Eksplisit sendiri:

Kurios = Adon = Mar = Maran = Tuan
Theos = Elohim = Alaha = Elah = Tuhan

Solusi yang diberikan oleh Mr. Eksplisit adalah sapaan untuk Yesus (khusus untuk ke-ilahianNya) adalah “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi”. Jadi secara STIPULATIF Mr. Eksplisit menyebutnya demikian. Entah gagasan Mr. Eksplisit ini menempatkan posisi Yesus seperti apa beta juga kurang paham, tapi yang jelas Mr. Eksplisit tidak menyangkal Anak dan Bapa adalah sehakekat. 

Baik, masalahnya adalah ketika beta menyampaikan bahwa Yesus boleh disapa “Tuhan” (untuk menggambarkan bahwa Yesus berkuasa atas langit dan bumi/Yesus Mahakuasa) , ternyata Mr. Eksplisit menolaknya dengan alasan seperti yang sudah beta sampaikan sebelumnya. Kemudian Mr. Eksplisit menantang beta untuk menunjukan secara eksplisit frasa Tuhan (Theos) untuk Yesus. Well, bagi beta ketika Mr. Eksplisit  menantang demikian kurang relevan kalau  secara langsung menjawab tantangannya. Kenapa demikian? Hal yang perlu di lakukan adalah mengetahui “presuposisi” apa di balik tantangannya tersebut.  Tantangan Mr. Eksplisit tersebut adalah tantangan yang tidak relevan (pertanyaan sakit) karena adalah suatu kebodohan mengharuskan sesuatu tertulis secara EKSPLISIT,  jadi kita tidak perlu ikut – ikutan sakit seperti Mr. Eksplisit. Secara eksplisit memang tidak ada frasa Tuhan untuk Yesus (Walau dalam Yohanes 20:28 dan 1 Yohanes 5:20 menyebutnya secara eksplisit tapi kita abaikan saja dulu hal ini), tapi bukan berarti Yesus tidak boleh disapa “Tuhan”. Maka kurang pas kalau kita langsung berhadap-hadapan memenuhi tantangan Mr. Eksplisit.  Jadi yang beta lakukan adalah menunjukan kesalahan Mr. Eksplisit karena masalahnya bukan pada pembuktian sapaan Tuhan secara eksplisit untuk Yesus tapi keharusan secara “eksplisit” ini adalah bentuk kekeliruan berpikir yang harus di kritisi.

Sebenarnya apa yang ingin di sampaikan Mr. Eksplisit adalah hal yang baik. Sepertinya  Mr. Eksplisit ingin mengajukan alternatif lain dengan melakukan telaah kritis dalam menerjemahkan istilah – istilah ini dengan mencermati data – data yang ada secara komperhensif dan dianalisi dengan seksama agar tidak terjadi kebingungan dengan mencampur-adukan pribadi Anak dan pribadi Bapa sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi  iman Tauhid atau Keesaan Tuhan. ( kutipan tulisan Mr. Eksplisit: Persoalannya adalah, ketika telinga orang Muslim mendengar pernyaaan tersebut, menjaadi suatu batu sandungan bagi iman Tauhid atau Keesaan Tuhan. Bagi Islam, tiada Tuhan selain Allah. (Qs 20:14) Konsekwensinya, jika Kekristenan menyatakan keimananya terhadap Yahshua sebagai Tuhan, menimbulkan gesekan teologis yang cukup tajam dengan Islam. Apalagi menurut Qur’an, Isa Al Masih adalah ciptaan Allah yang setara penciptaannya dengan Adam (Qs 3:59). sumber : http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/02/pemahaman-mengenai-sebutan-kurios-bagi.html). Dalam pandangan beta apa yang di sampaikan Mr. Eksplisit adalah pengetahuan yang juga baik untuk membantu kita memahami hal ini. Namun  tindakan Mr. Eksplisit menolak/menyalahkan Yesus disebut “Tuhan” dengan alasan tidak tertulis secara EKSPLISIT, maka disinilah masalanya. Mr. Eksplisit memberi aturan harus tertulis secara “EKSPLISIT”, jelas ini masalah.  Agar jelas kesalahan Mr. Eksplisit maka hal utama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan istilah yang menjadi isu sentral dalam kasus ini. Karena rupanya Mr. Eksplisit begitu mengangungkan kamus, maka beta akan gunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk definisi “Tuhan”.  Menurut KBBI “Tuhan” adalah : Sesuatu yg diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sbg yg Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb.

Berdasarkan definisi diatas dan beberapa hal lainnya terkait isu ini beta akan tampilkan implikasi – implikasi apa saja jika kita berpegang pada pandangan Mr. Eksplisit ini.

1.  Berangkat dari definisi Tuhan tersebut, ketika Mr. Eksplisit menolak sapaan “Tuhan” untuk Yesus (keilahian-Nya), maka dengan sendirinya Mr. Eksplisit menolak bahwa Yesus adalah Maha Kuasa dsb (baca definisi Tuhan). Rupanya Mr. Eksplisit kurang cermat memperhatikan hal ini. Disatu sisi Mr. Eksplisit tidak menolak Bapa dan Anak sehakekat, tapi disisi lain Mr. Eksplisit menolaknya (menolak sapaan Tuhan untuk Yesus) . Maka jelas disini terjadi “inkonsistensi” yang Mr. Eksplisit lakukan sendiri. Tapi mari kita lihat hal lainnya; Solusi Mr. Eksplisit adalah Mr. Eksplisit merumuskan sapaan untuk Yesus (untuk keilahian Yesus) secara stipulatif yaitu: “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi”. Dari rumusan ala Mr. Eksplisit ini jika “Tuan yang Ilahi” merujuk pada Yesus sebagai pribadi yang Mahakuasa dsb, atau jika maksudnya untuk menunjukan kesehakekatan Yesus dan Bapa maka itu boleh – boleh saja alias tidak masalah. Tapi kalau demikian Mr. Eksplisit harusnya tidak ada alasan untuk menolak Yesus di sebut Tuhan karena baik istilah ala Mr. Eksplisit (“Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi”) maupun istilah “Tuhan” mengerujuk pada pribadi yang Mahakuasa (sesuai definisi “Tuhan”). Maka jelas menerima Anak dan Bapa adalah sehakekat tapi menolak Yesus di sebut “Tuhan” adalah Inkonsistensi.

2.   Implikasi berikutnya adalah Mr. Eksplisit terjerat sesat berpikir lainnya yaitu: “Genetis”. (catatan: pada debat antar beta dan Mr. Eksplisit, beta melakukan sedikit kekeliruan dalam definisi Apriorisme, tapi tidak berimplikasi  argumen beta menjadi gugur alias argument beta tetap konsisten). Kesalahan Genetis adalah merujuk pada sesuatu berdasarkan sumber/asalnya. Pada debat yang lalu, argumen beta lebih tepat Mr. Eksplisit melakukan sesat pikir berpikir “Genetis”. Jadi karena berdasarkan sumber/asal (dalam bahasa Mr. Eksplisit akurasi terjemahan) maka tidak boleh memakai “Tuhan” untuk sapaan kepada Yesus, padahal faktanya Yesus adalah Mahakuasa. Hal senada dalam contoh lain terkait sesat pikir “Genetis” ini adalah tidak menggunakan istilah  Allah karena asalnya dari pagan, atau tidak merayakan natal 25 desember karena itu hari pemujaan kepada dewa matahari, atau istilah menolak “Easter”  yang asalnya dari nama dewa berhala, dll. Apakah menggunakan istilah Allah, Easter atau merayakan natal 25 desember,  maka seseorang pasti menyembah berhala? Faktanya orang Kristen menyembah pada Allah Tritunggal, bukan pada berhala. Secara logis argumen menggunakan “Genetis” ini boleh saja sepanjang hanya untuk menambah wawasan, tapi kalau menggunakan “Genetis” sebagai penentu benar/salah, maka itu adalah salah. Kembali lagi, terkait menggunakan istilah Tuhan bukan untuk mencampuradukan pribadi Anak dan Bapa, karena sapaan Tuhan untuk Yesus merujuk pada keilahianNya. Ini akan menjadi salah jika Mr. Eksplisit menemui bahwa sapaan Tuhan untuk Yesus di generalisir tanpa memperhatikan kemanusiaan Yesus, tapi Mr. Eksplisit malah tetap mengkritisi sapaan "Tuhan" untuk Yesus. Rupanya menurut Mr. Eksplisit tidak salah menggunakan argumen bebau sesat pikir “Genetis”, maka selamat berkubang di lumpur kesesatan berpikir.

3.   Nah, atas kesalahan “Genetis” tersebut, maka Mr. Eksplisit dengan sendirinya tersandung sesat pikir lainnya yaitu: “Apriorisme”. Apriorisme adalah berpegang pada prinsip yang salah sebagai penentu kebenaran dengan mengabaikan fakta – fakta yang ada (akibat dari melakukan sesat pikir genetik). Rupanya prinsip Shem adalah karena tidak tertulis secara EKSPLISIT frasa “Theos (Tuhan)”, maka Yesus tidak boleh disapa “Tuhan. Tapi kita lihat disisi lain Mr. Eksplisit malah secara stipulatif memakai Istilah “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi”, yang secara EKSPLISIT tidak ada frasa demikian di seluruh proposisi Alkitab, yang ada cuma Kurios (Tuan) saja tanpa ada embel-embel “yang ilahi” atau “jujungan agung yang ilahi”. maka kembali lagi Mr. Eksplisit inkonsistensi terhadap prinsipnya sendiri. Mungkin Mr. Eksplisit akan berargumen bahwa istilah tersebut dia pakai untuk menggambarkan Yesus sebagai pribadi yang ilahi, maka dengan menggunakan “Reductio Ad Absurdum” beta juga boleh dong  memakai “Tuhan” untuk merujuk pada sosok Yesus dalam ke-ilahian-Nya.

4.   Hal berikutnya, Mr. Eksplisit juga tersandung sesat pikir “Standar Ganda” (Standar ganda adalah memberi ketentuan pada satu pihak tapi pada pihak yang lain (dalam makna yang sama) ketentuan itu menjadi tidak berlaku). Ketika Shem mengharuskan sesuatu harus secara eksplisit, maka dia harus konsisten dengan keharusannya (aturan) tersebut. Tapi perhatikan bahwa Mr. Eksplisit menuntut harus ada frasa “Theos Iesous” secara eksplisit, tapi dengan mudahnya secara stipulatif Mr. Eksplisit merumuskan “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi”  untuk merujuk pada keilahian Yesus, tapi rumusan Mr. Eksplisit pun tidak secara eksplisit tertulis dalam PB. Pada hal kalau Mr. Eksplisit mau konsisten dia harus merumuskannya seturut dengan aturan yang dia buat sendiri.     

5.   Hal berikutnya, mari kita ikuti alur Mr. Eksplisit (soal akurasi terjemahan), maka kata “Tuhan” lebih relevan di terjemahkan dari Kurios/Lord. Dalam bahasa Indonesia terjemahan untuk Kurios/Lord adalah Tuan (terlepas dari lemahnya kosa kata ini), sedangkan kata “Tuhan” sendiri adalah perluasan atau bersumber dari kata “Tuan”. Jadi berdasarkan hal ini "Tuhan" justru lebih tepat di terjemahkan dari Kurios. Lalu bagaimana dengan “God”? mau di terjemahkan apa? “Tuhan”? upsss Tuhan adalah perluasan dari kata “Tuan” bung. Kalau di terjemahkan Allah? Upsss sepertinya Mr. Eksplisit juga menolak kata Allah. Bagaimana ini? Nah, kita lihat sendiri dalam bahasa Indonesia terkadang sulit menentukan padanan kata yang kompatibel ketika di terjemahkan dari bahasa lainnya. Beta tidak masalah mau pakai “Tuan yang ilahi” atau “Tuhan” tidak masalah sepanjang kita paham makna (esensi) seperti apa yang ingin kita capai dan tidak absurd. Mau tidak terima silahkan, maka beta tinggal pakai prinsip Mr. Eksplisit  dengan menampilkan bahwa kata “Tuhan” merupakan perluasan dari kata “Tuan”, maka Kurios lebih tepat di terjemahkan “Tuhan”.

6.   Pada debat kami, Mr. Eksplisit berargumen bahwa terjemahan yang dia lakukan sudah di analisis dengan cermat berdasarkan sumber/asal (kebudayaa/kebiasan) dan juga berdasarkan kamus, dll. Bahkan sampai menantang beta dengan menanyakan kamus apa yang beta gunakan. Ini hal yang sungguh lucu dan terlalu prematur. Persoalannya adalah bukan pada kamus apa yang beta gunakan. Bukan berarti beta meremehkan kamus, tapi kamus paling bagus sekalipun adalah bukan “PENENTU KEBENARAN” atau kamus maupun kebiasan (budaya) waktu itu bukan hakim atas kebenaran Alkitab. Kamus dan budaya juga penting  tapi jangan lupakan hal – hal kontekstual. Memperhatikan original word memang penting tapi jauh lebih penting adalah “esensi” apa yang ingin kita ambil dalam melakukan eksegesis. Nah, ketika beta tunjukan bahwa bukan kamus sebagai penentu kebenaran bahwa kamus pun juga mengalami perubahan seturut perkembangan bahasa, maka tidak tepat kalau kamus di jadikan penentu kebenaran dan lagi pula setiap orang berhak mendefinisikan sesuatu secara stipulatif sepanjang hal itu konsisten secara logis (bahkan Mr. Eksplisit pun melakukan definisi stipulatif pada kata “Kurios” = “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi”), Mr. Eksplisit berargumen bahwa bisa membuat dokmatika yang buruk dan berdampak pada tafsiran yang keliru, tapi Mr. Eksplisit tidak bisa menunjukan kesalahan yang beta lakukan. Satu – satunya argumennya adalah kembali lagi meminta frasa Tuhan secara eksplisit untuk sapaan terhadap Yesus yang sudah beta bantah dan kemudian kembali lagi mempermasalahkan kamus yang sudah beta bantah juga. Lalu apa yang tersisa? Tidak ada selain Mr. Eksplisit melakukan sesat pikir lainnya, yaitu Circular Reasioning (Circular Reasioning adalah membuktikan proposisi A benar karena proposisi proposisi B, demikian sebaliknya/Pembuktian berputar).

7.    Berikutnya mari kita telusuri maksud dan tujuan gagasan Mr. Eksplisit ini. Mr. Eksplisit bermaksud agar tidak menjadi batu sandungan bagi Islam. Kedengarannya cukup logis dan solutif, tapi Mr. Eksplisit rupanya kurang cermat disini. Ketika seseorang belum paham atau tidak mampu memahami bahwa 2+2 = 4, bukan berarti rumusan 2+2 = 4 tersebut dirubah (walau dalam makna yang sama). Yang bermasalah adalah pihak yang tidak mampu memahaminya. Hal senada yang di lakukan Mr. Eksplisit. Mr. Eksplisit merubah rumusan Kurios agar tidak menjadi batu sandungan (sebenarnya umat islam yang tidak mampu memahaminya). Yang salah adalah Islam yang tidak bisa memahaminya, tidak relevan kalau merubah rumusan yang secara logis bisa di pertanggung-jawabkan. Jadi, ketika Mr. Eksplisit merubah rumusannya, itu bukan hal yang salah sepanjang merujuk pada makna yang sama, yang salah adalah ketika Mr. Eksplisit menyalahkan rumusan Kurios di terjemahkan Tuhan (merujuk pada keilahian), karena yang bermasalah bukan rumusan tersebut, tapi yang bermasalah adalah pihak yang tidak mampu memahaminya. Jadi, Mr. Eksplisit hanya kurang cerdas saja sehingga melakukan kecerobohan ini.

Diatas pembaca dapat melihat dengan jelas implikasi – implikasi seperti apa kalau berpegang pada pandangan Mr. Eksplisit. Ada hal lainnya, ternyata  dari perdebatan kami tersebut,  masih berlanjut di lapak yang lain. Rupanya Mr. Eksplisit bukannya merenungkan (lebih tepatnya kurang cerdas) kegagalan argumennya ketika berdebat dengan beta, malah terus – menerus ngotot dalam kebebalan. Ada beberapa hal yang menarik  ketika perdebatan sempat menyinggung tentang “Tritunggal” dengan beberapa pihak di thread yang lainya (disini : https://www.facebook.com/groups/esra.soru.friends/permalink/10151749023494473/). Beta akan tunjukan lagi kesalahan – kesalahan Mr. Eksplisit berikut :


8.    Beta copas sepenggal debat Mr. Eksplisit VS Denyut Nadi:  

Denyut Nadi : tidak...saya tidak tanya hakikat dan lain-lain. Yang saya tanya adalah apakah anda mengamini bahwa penyebutan "tritunggal" itu benar ? perhatikan kata yang saya beri tanda kutip.
Mr. Eksplisit : Saya menolak istilahnya (terminologinya) tapi tidak menolak essensinya.

Ini  sungguh aneh!  Mr. Eksplisit tidak menolak ESSENSI-nya, tapi menolak    ISTILAH-nya.   Rupanya Mr. Eksplisit tetap teguh  memegang prinsipnya  (harus EKSPLISIT),     tidak perduli kalau absurd sekali pun. Beta kira ini keluguan teologi yang tak terelakan. Mr. Eksplisit ternyata tidak perduli dengan esensi seperti apa, kalau istilah tidak sreg dengan Mr. Eksplisit, maka dia anggap salah. Ada yang lucu, jika Mr. Eksplisit tidak menolak esensi Tritunggal kenapa Mr. Eksplisit melakukan onani argumen dengan mempertentangakan pendapatnya sendiri? (satu sisi menerima esensi Tritunggal, dan disisi lain berburuk sangka terhadap istilah Tritunggal (strawman dengan pendapat sendiri). Sejujurnya selama beta berdebat baru kali ini beta menemui kekonyolan seperti ini. Ahhh sekali lagi beta harus ingatkan bahwa, jika dua atau lebih istilah merujuk pada makna yanga sama, maka itu bukan suatu hal yang perlu di permasalahkan, Mr. Eksplisit perlu banyak belajar terkait hal ini.

9.  Terkait hal diatas beta angkat kembali keharusan EKSPLISIT oleh Sang maestro kita Mr. Eksplisit. Dalam tulisannya (disini: http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/02/pemahaman-tentang-shema-sebagai.html) Mr. Eksplisit tidak menyangkal kalau Bapa, Anak dan Roh kudus bersifat TRINITARIS. Rupanya Mr. Eksplisit melupakan “aturannya” sendiri, karena istilah “TRINITARIS” pun ternyata tidak secara EKSPLISIT tertulis dalam Alkitab. Kembali sang  maestro Mr. Eksplisit melakukan inkonsistensi demi inkonsistensi yang tak terelakan.

10. Berikutnya, dalam tulisan Mr. Eksplisit tersebut, Mr. Eksplisit menolak "istilah "PRIBADI".  Shem sempat mengusulkan kalau istilah "Pribadi" diredefinisikan tapi tidak jelas seperti apa. Tapi sekali lagi anehnya tidak menyangkal bahkan memakai (menulis) istilah “Pribadi” untuk menggambarkan bahwa Bapa, Putra dan Roh Kudus masing – masing  ber-PRIBADI atau memiliki ke-PRIBADI-an.  Disini bisa jadi Mr. Eksplisit melakukan inkonsistensi, dimana menolak istilah “Pribadi” tapi menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan gagasannya, dan kemungkinan lainnya adalah terjadi ekuivokasi atas ketidak-jelasan definisi.

Baik,  Jadi gagasan Mr. Eksplisit yang dianggap  “makanan keras” oleh para pendukung beliau  ini hal yang sederhana saja. Kalau saja Mr. Eksplisit sedikit lebih cerdas mencermati implikasi – implikasi dari gagasannya, maka apa yang dia sampaikan boleh jadi menjadi sumbangsih yang baik juga bagi ke-kristenan. Sejujurnya ini adalah masalah mendasar yang sering beta temui pada sebagian teolog Kristen dalam berbagai kasus. Keluguan berteologi (kepincangan LOGIKA) sulit dihindari sebagian teolog.  Kalau penyakit ini diabaikan begitu saja tanpa sadar akan sangat mudah untuk jatuh pada lumpur kesesatan pikir. Kembali lagi, Perhatikan bahwa gagasan Mr. Eksplisit sebenarnya baik (tidak salah juga), karena secara stipulatif dia boleh – boleh saja atau berhak mendefinisikan Kurios adalah “Tuan yang Ilahi” atau apapun sepanjang bisa di pertanggung-jawabkan. Dengan tujuan "me-minimalisir" tingkah strawman dari pihak non kristen, bukannya menjadikan gagasannya paling benar dan yang lainnya (yang sebenarnya seesensi) menjadi salah.  Jadi, salah kalau Mr. Eksplisit menolak Yesus disapa Tuhan, karena implikasinya sangat – sangat fatal seperti yang sudah beta uraikan diatas. Harapan beta, Mr. Eksplisit setidaknya berlakulah sedikit lebih rendah hati untuk kembali merenungkan hal ini baik – baik. Bukan suatu hal yang memalukan jika kita menyadari suatu kesalahan demi kebenaran. Ini kenapa tulisan ini lebih bersifat “REDUCTIO AD ABSURDUM (LOGICAL  AD HOMINEM)” untuk membuktikan ABSURDNYA pandangan Mr. Eksplisit. (catatan: Reductio Ad Absurdum adalah  menggunakan argumen lawan untuk menunjukan kelemahan argumennya).  Atau jika Mr. Eksplisit maupun pembaca merasa bahwa pandangan Mr. Eksplisit benar, maka coba pikirkan apakah pantas seseorang yang melakukan sekian banyak “sesat pikir” atau setidaknya salah satu saja sesat pikir diatas DIBENARKAN?. Jadi,  Jika Mr. Eksplisit tetap merasa benar dan mau membuat tulisan bantahan silahkan saja, tapi perhatikan dan belajarlah berargumen dengan mengindahkan “kaidah – kaidah Logika”.

Tuhan Yesus memberkati. 


Komentar

  1. Wah tampaknya mr.beta ini masih kesulitan mencerna tulisan sem tov, sy sarankn jng trburu buru mengatakan seseorang sesat hanya krn tdk sepaham dng kita, YBU

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin anda benar arie, namun jika kemampuan anda hanya sebatas klaim tanpa justifikasi apa2, maka itu pun tdk berarti apa2.

      Hapus
    2. Beta juga tinggal menggunakan jurus yg sama: 'Arie kesulitan mencerna tulisan beta'. So, apa argumen anda Arie??? :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ORANG - ORANG POTENSIAL DALAM GEREJA HARUS 'DIMAKSIMALKAN' BUKAN 'DIMANFAATKAN'

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)

Teologi Kidung Jemaat