KARENA TIDAK TERTULIS SECARA “EKSPLISIT” MAKA SALAH? (KASUS SHEM TOV/TEGUH HINDARTO)
Tulisan ini untuk mengkritisi kesalahan
berpikir seorang teolog bernama Teguh Hindarto yang menggunakan akun dengan
nama ShemTov di facebook.
Debat antara beta dan ShemTov
bisa dilihat disini : https://www.facebook.com/groups/esra.soru.friends/permalink/10151747287164473/
. Beta juga akan mengupas hal – hal lainnya terkait pandangan ShemTov baik tulisan – tulisan
beliau maupun perdebatan – perdebatannya dengan beberapa pihak. Tulisan
ini akan tampilkan implikasi – implikasi apa yang bisa terjadi jika berpegang
pada pandangan ShemTov.
Terkait hal ini beta akan tampilkan secara singkat pandangan ShemTov (Teguh Hindarto)
sehingga pembaca boleh paham apa yang ingin beta kritisi dari pandangannya, dan
hal – hal lainnya akan bergulir seiring tulisan ini.
ShemTov
alias Teguh Hindarto (yang seterusnya beta sapa Mr. Eksplisit) “mengharuskan” istilah “Tuhan” hanya sapaan untuk
“Bapa” saja dan menolak istilah “Tuhan” menjadi sapaan Anak (Yesus). Alasan Mr. Eksplisit tidak ada secara eksplisit
tertulis frasa “Theos Iesos” dalam Kitab PB Yunani untuk Yesus. Sapaan untuk
Yesus hanya menggunakan frasa “Kurios”. Berikut beta tampilkan padanan istilah
Theos dan Kurios yang di sampaikan Mr.
Eksplisit sendiri:
Kurios
= Adon = Mar = Maran = Tuan
Theos
= Elohim = Alaha = Elah = Tuhan
Solusi
yang diberikan oleh Mr. Eksplisit
adalah sapaan untuk Yesus (khusus untuk ke-ilahianNya) adalah “Tuan yang Ilahi”
atau “Junjungan Agung yang Ilahi”. Jadi secara STIPULATIF Mr. Eksplisit menyebutnya demikian. Entah gagasan Mr. Eksplisit ini menempatkan posisi
Yesus seperti apa beta juga kurang paham, tapi yang jelas Mr. Eksplisit tidak menyangkal Anak dan Bapa adalah
sehakekat.
Baik,
masalahnya adalah ketika beta menyampaikan bahwa Yesus boleh disapa “Tuhan”
(untuk menggambarkan bahwa Yesus berkuasa atas langit dan bumi/Yesus Mahakuasa)
, ternyata Mr. Eksplisit menolaknya
dengan alasan seperti yang sudah beta sampaikan sebelumnya. Kemudian Mr. Eksplisit menantang beta untuk
menunjukan secara eksplisit frasa Tuhan (Theos) untuk Yesus. Well, bagi beta
ketika Mr. Eksplisit menantang demikian kurang
relevan kalau secara langsung menjawab tantangannya. Kenapa demikian? Hal
yang perlu di lakukan adalah mengetahui “presuposisi” apa di balik tantangannya
tersebut. Tantangan Mr. Eksplisit
tersebut adalah tantangan yang tidak relevan (pertanyaan sakit) karena adalah
suatu kebodohan mengharuskan sesuatu tertulis secara EKSPLISIT, jadi kita
tidak perlu ikut – ikutan sakit seperti Mr.
Eksplisit. Secara eksplisit memang tidak ada frasa Tuhan untuk Yesus (Walau
dalam Yohanes 20:28 dan 1 Yohanes 5:20 menyebutnya secara eksplisit tapi kita
abaikan saja dulu hal ini), tapi bukan berarti Yesus tidak boleh disapa
“Tuhan”. Maka kurang pas kalau kita langsung berhadap-hadapan memenuhi
tantangan Mr. Eksplisit. Jadi
yang beta lakukan adalah menunjukan kesalahan Mr. Eksplisit karena masalahnya bukan pada pembuktian sapaan Tuhan
secara eksplisit untuk Yesus tapi keharusan secara “eksplisit” ini adalah
bentuk kekeliruan berpikir yang harus di kritisi.
Sebenarnya
apa yang ingin di sampaikan Mr. Eksplisit
adalah hal yang baik. Sepertinya Mr.
Eksplisit ingin mengajukan alternatif lain dengan melakukan telaah kritis
dalam menerjemahkan istilah – istilah ini dengan mencermati data – data yang
ada secara komperhensif dan dianalisi dengan seksama agar tidak terjadi
kebingungan dengan mencampur-adukan pribadi Anak dan pribadi Bapa sehingga
tidak menjadi batu sandungan bagi iman Tauhid atau Keesaan Tuhan. (
kutipan tulisan Mr. Eksplisit: Persoalannya adalah, ketika telinga orang Muslim mendengar pernyaaan
tersebut, menjaadi suatu batu sandungan bagi iman Tauhid atau Keesaan Tuhan.
Bagi Islam, tiada Tuhan selain Allah. (Qs 20:14) Konsekwensinya, jika
Kekristenan menyatakan keimananya terhadap Yahshua sebagai Tuhan, menimbulkan
gesekan teologis yang cukup tajam dengan Islam. Apalagi menurut Qur’an, Isa Al
Masih adalah ciptaan Allah yang setara penciptaannya dengan Adam (Qs 3:59). sumber : http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/02/pemahaman-mengenai-sebutan-kurios-bagi.html). Dalam pandangan beta apa yang di sampaikan Mr. Eksplisit
adalah pengetahuan yang juga baik untuk membantu kita memahami hal ini.
Namun tindakan Mr. Eksplisit menolak/menyalahkan Yesus disebut “Tuhan” dengan
alasan tidak tertulis secara EKSPLISIT, maka disinilah masalanya. Mr. Eksplisit memberi
aturan harus tertulis secara “EKSPLISIT”, jelas ini masalah. Agar jelas
kesalahan Mr. Eksplisit maka hal
utama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan istilah yang menjadi isu
sentral dalam kasus ini. Karena rupanya Mr.
Eksplisit begitu mengangungkan kamus, maka beta akan gunakan Kamus Besar
Bahasa Indonesia untuk definisi “Tuhan”.
Menurut KBBI “Tuhan” adalah : Sesuatu
yg diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sbg yg Mahakuasa, Mahaperkasa,
dsb.
Berdasarkan
definisi diatas dan beberapa hal lainnya terkait isu ini beta akan tampilkan
implikasi – implikasi apa saja jika kita berpegang pada pandangan Mr. Eksplisit ini.
1. Berangkat dari definisi Tuhan tersebut, ketika Mr. Eksplisit menolak sapaan “Tuhan” untuk Yesus (keilahian-Nya),
maka dengan sendirinya Mr. Eksplisit menolak bahwa Yesus adalah Maha Kuasa dsb (baca
definisi Tuhan). Rupanya Mr. Eksplisit
kurang cermat memperhatikan hal ini. Disatu sisi Mr. Eksplisit tidak menolak Bapa dan Anak sehakekat, tapi disisi
lain Mr. Eksplisit menolaknya
(menolak sapaan Tuhan untuk Yesus) . Maka jelas disini terjadi “inkonsistensi”
yang Mr. Eksplisit lakukan sendiri. Tapi mari kita lihat hal lainnya; Solusi Mr. Eksplisit adalah Mr. Eksplisit merumuskan
sapaan untuk Yesus (untuk keilahian Yesus) secara stipulatif yaitu: “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung yang
Ilahi”. Dari rumusan ala Mr.
Eksplisit ini jika “Tuan yang Ilahi” merujuk pada Yesus sebagai pribadi
yang Mahakuasa dsb, atau jika maksudnya untuk menunjukan kesehakekatan Yesus
dan Bapa maka itu boleh – boleh saja alias tidak masalah. Tapi kalau demikian Mr. Eksplisit harusnya tidak ada alasan untuk menolak Yesus di sebut Tuhan karena baik
istilah ala Mr. Eksplisit (“Tuan yang Ilahi” atau
“Junjungan Agung yang Ilahi”) maupun istilah “Tuhan” mengerujuk pada pribadi yang Mahakuasa (sesuai definisi
“Tuhan”). Maka jelas menerima Anak dan Bapa adalah sehakekat tapi menolak Yesus
di sebut “Tuhan” adalah Inkonsistensi.
2. Implikasi berikutnya
adalah Mr. Eksplisit terjerat sesat berpikir lainnya yaitu: “Genetis”. (catatan: pada debat antar beta dan Mr. Eksplisit, beta
melakukan sedikit kekeliruan dalam definisi Apriorisme, tapi tidak
berimplikasi argumen beta menjadi gugur alias argument beta tetap
konsisten). Kesalahan Genetis adalah merujuk pada sesuatu berdasarkan sumber/asalnya.
Pada debat yang lalu, argumen beta lebih tepat Mr. Eksplisit melakukan sesat pikir berpikir “Genetis”. Jadi karena
berdasarkan sumber/asal (dalam bahasa Mr. Eksplisit akurasi terjemahan) maka tidak boleh
memakai “Tuhan” untuk sapaan kepada Yesus, padahal faktanya Yesus adalah
Mahakuasa. Hal senada dalam contoh lain terkait sesat pikir “Genetis” ini
adalah tidak menggunakan istilah Allah karena asalnya dari pagan, atau
tidak merayakan natal 25 desember karena itu hari pemujaan kepada dewa matahari,
atau istilah menolak “Easter” yang asalnya dari nama dewa berhala, dll.
Apakah menggunakan istilah Allah, Easter atau merayakan natal 25
desember, maka seseorang pasti menyembah berhala? Faktanya orang Kristen
menyembah pada Allah Tritunggal, bukan pada berhala. Secara logis argumen
menggunakan “Genetis” ini boleh saja sepanjang hanya untuk menambah wawasan,
tapi kalau menggunakan “Genetis” sebagai penentu benar/salah, maka itu adalah
salah. Kembali lagi, terkait menggunakan istilah Tuhan bukan untuk
mencampuradukan pribadi Anak dan Bapa, karena sapaan Tuhan untuk Yesus merujuk
pada keilahianNya. Ini akan menjadi salah jika Mr. Eksplisit menemui bahwa sapaan Tuhan
untuk Yesus di generalisir tanpa memperhatikan kemanusiaan Yesus, tapi Mr. Eksplisit
malah tetap mengkritisi sapaan "Tuhan" untuk Yesus. Rupanya menurut Mr. Eksplisit tidak salah menggunakan argumen bebau sesat pikir “Genetis”, maka selamat
berkubang di lumpur kesesatan berpikir.
3. Nah, atas kesalahan “Genetis”
tersebut, maka Mr. Eksplisit dengan
sendirinya tersandung sesat pikir lainnya yaitu: “Apriorisme”. Apriorisme adalah
berpegang pada prinsip yang salah sebagai penentu kebenaran dengan
mengabaikan fakta – fakta yang ada (akibat dari melakukan sesat pikir genetik).
Rupanya prinsip Shem adalah karena tidak tertulis secara EKSPLISIT frasa “Theos
(Tuhan)”, maka Yesus tidak boleh disapa “Tuhan. Tapi kita lihat disisi lain Mr. Eksplisit malah secara stipulatif
memakai Istilah “Tuan yang Ilahi” atau
“Junjungan Agung yang Ilahi”, yang secara EKSPLISIT tidak ada frasa demikian
di seluruh proposisi Alkitab, yang ada cuma Kurios (Tuan) saja tanpa ada
embel-embel “yang ilahi” atau “jujungan agung yang ilahi”. maka kembali lagi Mr. Eksplisit inkonsistensi terhadap
prinsipnya sendiri. Mungkin Mr. Eksplisit
akan berargumen bahwa istilah tersebut dia pakai untuk menggambarkan Yesus
sebagai pribadi yang ilahi, maka dengan menggunakan “Reductio Ad Absurdum” beta
juga boleh dong memakai “Tuhan” untuk merujuk pada sosok Yesus dalam
ke-ilahian-Nya.
4. Hal berikutnya, Mr. Eksplisit juga tersandung sesat
pikir “Standar Ganda” (Standar ganda adalah memberi ketentuan pada satu pihak tapi pada pihak yang
lain (dalam makna yang sama) ketentuan itu menjadi tidak berlaku). Ketika Shem mengharuskan sesuatu harus
secara eksplisit, maka dia harus konsisten dengan keharusannya (aturan)
tersebut. Tapi perhatikan bahwa Mr.
Eksplisit menuntut harus ada frasa “Theos Iesous” secara eksplisit, tapi
dengan mudahnya secara stipulatif Mr.
Eksplisit merumuskan “Tuan yang
Ilahi” atau “Junjungan Agung yang Ilahi” untuk merujuk pada keilahian
Yesus, tapi rumusan Mr. Eksplisit pun
tidak secara eksplisit tertulis dalam PB. Pada hal kalau Mr. Eksplisit mau konsisten
dia harus merumuskannya seturut dengan aturan yang dia buat
sendiri.
5. Hal berikutnya, mari kita ikuti alur
Mr. Eksplisit (soal akurasi
terjemahan), maka kata “Tuhan” lebih relevan di terjemahkan dari Kurios/Lord.
Dalam bahasa Indonesia terjemahan untuk Kurios/Lord adalah Tuan (terlepas dari
lemahnya kosa kata ini), sedangkan kata “Tuhan” sendiri adalah perluasan atau
bersumber dari kata “Tuan”. Jadi berdasarkan hal ini "Tuhan" justru
lebih tepat di terjemahkan dari Kurios. Lalu bagaimana dengan “God”? mau di
terjemahkan apa? “Tuhan”? upsss Tuhan adalah perluasan dari kata “Tuan” bung.
Kalau di terjemahkan Allah? Upsss sepertinya Mr. Eksplisit juga menolak kata Allah. Bagaimana ini? Nah, kita
lihat sendiri dalam bahasa Indonesia terkadang sulit menentukan padanan kata
yang kompatibel ketika di terjemahkan dari bahasa lainnya. Beta tidak masalah
mau pakai “Tuan yang ilahi” atau “Tuhan” tidak masalah sepanjang kita paham
makna (esensi) seperti apa yang ingin kita capai dan tidak absurd. Mau tidak
terima silahkan, maka beta tinggal pakai prinsip Mr. Eksplisit dengan menampilkan bahwa kata “Tuhan” merupakan
perluasan dari kata “Tuan”, maka Kurios lebih tepat di terjemahkan “Tuhan”.
6. Pada debat kami, Mr. Eksplisit berargumen bahwa
terjemahan yang dia lakukan sudah di analisis dengan cermat berdasarkan
sumber/asal (kebudayaa/kebiasan) dan juga berdasarkan kamus, dll. Bahkan sampai
menantang beta dengan menanyakan kamus apa yang beta gunakan. Ini hal yang
sungguh lucu dan terlalu prematur. Persoalannya adalah bukan pada kamus apa
yang beta gunakan. Bukan berarti beta meremehkan kamus, tapi kamus paling bagus
sekalipun adalah bukan “PENENTU KEBENARAN” atau kamus maupun kebiasan (budaya)
waktu itu bukan hakim atas kebenaran Alkitab. Kamus dan budaya juga
penting tapi jangan lupakan hal – hal kontekstual. Memperhatikan original
word memang penting tapi jauh lebih penting adalah “esensi” apa yang ingin kita
ambil dalam melakukan eksegesis. Nah, ketika beta tunjukan bahwa bukan kamus
sebagai penentu kebenaran bahwa kamus pun juga mengalami perubahan seturut
perkembangan bahasa, maka tidak tepat kalau kamus di jadikan penentu kebenaran
dan lagi pula setiap orang berhak mendefinisikan sesuatu secara stipulatif
sepanjang hal itu konsisten secara logis (bahkan Mr. Eksplisit pun melakukan definisi stipulatif pada kata “Kurios”
= “Tuan yang Ilahi” atau “Junjungan Agung
yang Ilahi”), Mr. Eksplisit
berargumen bahwa bisa membuat dokmatika yang buruk dan berdampak pada tafsiran
yang keliru, tapi Mr. Eksplisit tidak
bisa menunjukan kesalahan yang beta lakukan. Satu – satunya argumennya adalah
kembali lagi meminta frasa Tuhan secara eksplisit untuk sapaan terhadap Yesus
yang sudah beta bantah dan kemudian kembali lagi mempermasalahkan kamus yang
sudah beta bantah juga. Lalu apa yang tersisa? Tidak ada selain Mr. Eksplisit melakukan sesat pikir
lainnya, yaitu Circular Reasioning (Circular Reasioning adalah membuktikan
proposisi A benar karena proposisi proposisi B, demikian sebaliknya/Pembuktian
berputar).
7. Berikutnya mari kita
telusuri maksud dan tujuan gagasan Mr.
Eksplisit ini. Mr. Eksplisit
bermaksud agar tidak menjadi batu sandungan bagi Islam. Kedengarannya cukup
logis dan solutif, tapi Mr. Eksplisit rupanya kurang cermat disini. Ketika seseorang
belum paham atau tidak mampu memahami bahwa 2+2 = 4, bukan berarti rumusan 2+2
= 4 tersebut dirubah (walau dalam makna yang sama). Yang bermasalah adalah
pihak yang tidak mampu memahaminya. Hal senada yang di lakukan Mr. Eksplisit. Mr. Eksplisit merubah rumusan Kurios agar tidak menjadi batu
sandungan (sebenarnya umat islam yang tidak mampu memahaminya). Yang salah
adalah Islam yang tidak bisa memahaminya, tidak relevan kalau merubah rumusan
yang secara logis bisa di pertanggung-jawabkan. Jadi, ketika Mr. Eksplisit merubah rumusannya, itu
bukan hal yang salah sepanjang merujuk pada makna yang sama, yang salah adalah
ketika Mr. Eksplisit menyalahkan rumusan Kurios di terjemahkan Tuhan (merujuk pada
keilahian), karena yang bermasalah bukan rumusan tersebut, tapi yang bermasalah
adalah pihak yang tidak mampu memahaminya. Jadi, Mr. Eksplisit hanya kurang cerdas saja sehingga melakukan
kecerobohan ini.
Diatas
pembaca dapat melihat dengan jelas implikasi – implikasi seperti apa kalau
berpegang pada pandangan Mr. Eksplisit.
Ada hal lainnya, ternyata dari perdebatan kami tersebut, masih
berlanjut di lapak yang lain. Rupanya Mr.
Eksplisit bukannya merenungkan (lebih tepatnya kurang cerdas) kegagalan
argumennya ketika berdebat dengan beta, malah terus – menerus ngotot dalam
kebebalan. Ada beberapa hal yang menarik ketika perdebatan sempat
menyinggung tentang “Tritunggal” dengan beberapa pihak di thread yang lainya (disini
: https://www.facebook.com/groups/esra.soru.friends/permalink/10151749023494473/). Beta akan tunjukan lagi kesalahan
– kesalahan Mr. Eksplisit berikut :
8. Beta copas sepenggal debat Mr. Eksplisit VS Denyut
Nadi:
Denyut Nadi : tidak...saya
tidak tanya hakikat dan lain-lain. Yang saya tanya adalah apakah anda mengamini
bahwa penyebutan "tritunggal" itu benar ? perhatikan kata yang saya
beri tanda kutip.
Mr.
Eksplisit : Saya menolak istilahnya
(terminologinya) tapi tidak menolak essensinya.
Ini sungguh aneh! Mr. Eksplisit tidak menolak ESSENSI-nya,
tapi menolak ISTILAH-nya. Rupanya Mr. Eksplisit tetap teguh memegang
prinsipnya (harus EKSPLISIT), tidak perduli kalau
absurd sekali pun. Beta kira ini keluguan teologi yang tak terelakan. Mr. Eksplisit ternyata tidak perduli
dengan esensi seperti apa, kalau istilah tidak sreg dengan Mr. Eksplisit, maka dia anggap salah. Ada yang lucu, jika Mr. Eksplisit
tidak menolak esensi Tritunggal kenapa Mr.
Eksplisit melakukan onani argumen dengan mempertentangakan pendapatnya
sendiri? (satu sisi menerima esensi Tritunggal, dan disisi lain berburuk sangka
terhadap istilah Tritunggal (strawman dengan pendapat sendiri). Sejujurnya
selama beta berdebat baru kali ini beta menemui kekonyolan seperti ini. Ahhh
sekali lagi beta harus ingatkan bahwa, jika dua atau lebih istilah merujuk pada
makna yanga sama, maka itu bukan suatu hal yang perlu di permasalahkan, Mr. Eksplisit perlu banyak belajar
terkait hal ini.
9. Terkait hal diatas beta
angkat kembali keharusan EKSPLISIT oleh Sang maestro kita Mr. Eksplisit. Dalam tulisannya (disini: http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/02/pemahaman-tentang-shema-sebagai.html)
Mr. Eksplisit tidak menyangkal kalau
Bapa, Anak dan Roh kudus bersifat TRINITARIS. Rupanya Mr. Eksplisit melupakan “aturannya” sendiri, karena istilah
“TRINITARIS” pun ternyata tidak secara EKSPLISIT tertulis dalam Alkitab.
Kembali sang maestro Mr. Eksplisit
melakukan inkonsistensi demi inkonsistensi yang tak terelakan.
10. Berikutnya, dalam tulisan Mr. Eksplisit tersebut, Mr.
Eksplisit menolak "istilah "PRIBADI". Shem sempat
mengusulkan kalau istilah "Pribadi" diredefinisikan tapi tidak jelas
seperti apa. Tapi sekali lagi anehnya tidak menyangkal bahkan memakai (menulis)
istilah “Pribadi” untuk menggambarkan bahwa Bapa, Putra dan Roh Kudus masing –
masing ber-PRIBADI atau memiliki ke-PRIBADI-an. Disini bisa jadi Mr. Eksplisit melakukan inkonsistensi,
dimana menolak istilah “Pribadi” tapi menggunakan istilah tersebut untuk
menggambarkan gagasannya, dan kemungkinan lainnya adalah terjadi ekuivokasi
atas ketidak-jelasan definisi.
Baik, Jadi gagasan Mr. Eksplisit yang dianggap “makanan keras” oleh para
pendukung beliau ini hal yang sederhana saja. Kalau saja Mr. Eksplisit sedikit lebih cerdas
mencermati implikasi – implikasi dari gagasannya, maka apa yang dia sampaikan
boleh jadi menjadi sumbangsih yang baik juga bagi ke-kristenan. Sejujurnya ini
adalah masalah mendasar yang sering beta temui pada sebagian teolog Kristen
dalam berbagai kasus. Keluguan berteologi (kepincangan LOGIKA) sulit dihindari
sebagian teolog. Kalau penyakit ini diabaikan begitu saja tanpa sadar
akan sangat mudah untuk jatuh pada lumpur kesesatan pikir. Kembali lagi,
Perhatikan bahwa gagasan Mr. Eksplisit
sebenarnya baik (tidak salah juga), karena secara stipulatif dia boleh – boleh
saja atau berhak mendefinisikan Kurios adalah “Tuan yang Ilahi” atau apapun
sepanjang bisa di pertanggung-jawabkan. Dengan tujuan
"me-minimalisir" tingkah strawman dari pihak non kristen, bukannya
menjadikan gagasannya paling benar dan yang lainnya (yang sebenarnya seesensi)
menjadi salah. Jadi, salah kalau Mr.
Eksplisit menolak Yesus disapa Tuhan, karena implikasinya sangat – sangat
fatal seperti yang sudah beta uraikan diatas. Harapan beta, Mr. Eksplisit setidaknya berlakulah
sedikit lebih rendah hati untuk kembali merenungkan hal ini baik – baik. Bukan
suatu hal yang memalukan jika kita menyadari suatu kesalahan demi kebenaran.
Ini kenapa tulisan ini lebih bersifat “REDUCTIO
AD ABSURDUM (LOGICAL AD HOMINEM)” untuk membuktikan ABSURDNYA pandangan Mr. Eksplisit. (catatan:
Reductio Ad Absurdum adalah
menggunakan argumen lawan untuk menunjukan kelemahan argumennya).
Atau jika Mr. Eksplisit maupun
pembaca merasa bahwa pandangan Mr.
Eksplisit benar, maka coba pikirkan apakah pantas seseorang yang melakukan
sekian banyak “sesat pikir” atau setidaknya salah satu saja sesat pikir diatas
DIBENARKAN?. Jadi, Jika Mr.
Eksplisit tetap merasa benar dan mau membuat tulisan bantahan silahkan
saja, tapi perhatikan dan belajarlah berargumen dengan mengindahkan “kaidah –
kaidah Logika”.
Tuhan Yesus memberkati.
Wah tampaknya mr.beta ini masih kesulitan mencerna tulisan sem tov, sy sarankn jng trburu buru mengatakan seseorang sesat hanya krn tdk sepaham dng kita, YBU
BalasHapusMungkin anda benar arie, namun jika kemampuan anda hanya sebatas klaim tanpa justifikasi apa2, maka itu pun tdk berarti apa2.
HapusBeta juga tinggal menggunakan jurus yg sama: 'Arie kesulitan mencerna tulisan beta'. So, apa argumen anda Arie??? :)
Hapus