DIANGGAP “HAL KECIL” TAPI SERING DIABAIKAN (EDISI SESAT PIKIR : “STANDART GANDA”)




Pada suatu sidang tahunan di suatu gereja, membahas soal honor pianis dan pemandu lagu. Ada sebagian anggota sidang yang berpendapat bahwa pianis diberikan honor dan pemandu lagu tidak perlu diberikan honor dan sebagian anggota sidang yang berpendapat pianis dan pemandu lagu diberikan honor. Sebagian anggota yang menolak pemandu lagu diberikan honor dengan alasan “ini adalah pelayanan, jadi pemandu lagu tidak perlu diberikan honor”. Dan akhirnya dengan alasan tersebut diputuskan pianis diberikan honor dan pemandu lagu tidak diberikan honor.

Cerita singkat di atas adalah salah satu contoh dari sekian banyak aktivitas gereja dengan berbagai macam bentuk kebijakan-kebijakan di dalamnya. Dari contoh kasus di atas beta ingin menyampaikan suatu hal yang menurut sebagian orang ini adalah hal yang kecil dan tidak perlu dipersoalkan. Mungkin memang benar, tapi perlu dipahami bahwa banyak hal kecil yang jika tidak disikapi atau diselesaikan dengan “tepat”, maka justru bisa jadi menjadi masalah besar di masa yang akan datang. Bayangkan saja bahwa, hal – hal yang dianggap kecil seperti ini seringkali diabaikan dan seringkali terjadi dalam bentuk contoh kasus yang berbeda-beda dalam gereja, baik itu dalam persidangan, rapat – rapat panitia, keputusan – keputusan MJH (Majelis Jemaat Harian), dll. Apa masalahnya? Sederhana saja, mengabaikan “logika” sebagai konsekuensi mutlak yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan – keputusan yang tepat dan objektif (mutlak maksudnya mengabaikan logika pasti jatuh dalam ketidak-logisan) . Pengabaian ini bisa terjadi karena disengajakan dan bisa juga karena kurang punya kemampuan berlogika dengan baik.

Dari contoh di atas terlihat ada dua pendapat yang pro yaitu (pemandu lagu diberi honor)  dan kontra (pemandu lagu tidak diberi honor).  Pihak yang pro (mungkin) sebenarnya mempunyai pendapat yang benar, tapi ternyata pihak ini “kelihatannya” gagal memberi alasan – alasan yang argumentatif sehingga tidak menjadi keputusan sidang, tapi mungkin juga hanya masalah kalah secara kewenangan (proses sidang yang tidak sehat), sedangkan pihak yang kontra pun salah atau memberikan alasan yang tidak relevan untuk mendukung pendapat mereka (alasannya : “ini adalah pelayanan, jadi pemandu lagu tidak perlu diberikan honor”). Kenapa pihak yang kontra memberikan alasan yang salah atau tidak relevan? Beta akan jelaskan pada paragraf berikut.

Ada yang disebut dengan “standar ganda”. Apa artinya ini? Standar ganda adalah memberi ketentuan pada satu pihak tapi pada pihak yang lain (dalam makna yang sama) ketentuan itu menjadi tidak berlaku. Hubungannya dengan contoh kasus di atas adalah pihak yang “kontra” memakai alasan “Pelayanan” untuk menguatkan pendapat mereka bahwa pemandu lagu tidak perlu diberi honor. Di sini terlihat jelas bahwa pihak yang kontra memberi standar ukuran adalah PELAYANAN (Pelayanan adalah bekerja untuk Tuhan). Maka jika pihak “kontra” mau konsisten harusnya ini berlaku bukan hanya untuk pemandu lagu, tapi secara logis harus berlaku bagi semua yang terlibat melayani, baik itu pianis, koster maupun pendeta sekalipun. Maka, akan jadi pertanyaan : apakah pianis, koster, pendeta dll melakukan pelayanan atau bukan? Kalau mereka juga melakukan pelayanan, maka mereka (pianis, koster, pendeta, dll) pun tidak perlu diberi honor atau gaji sebagai bentuk konsistensi pihak “kontra” terhadap ukuran yang dipakai. Mereka (pianis, koster, pendeta, dll) melakukan pekerjaan “pelayanan” bukan? Atau kalau mereka (pianis, koster, pendeta, dll) bukan dikategorikan melakukan “pelayanan”, maka apa dasarnya? Nah, dari kepincangan alasan yang dikemukakan pihak “kontra” di sini tidak lantas membuat kesimpulan “pemandu lagu tidak perlu diberi honor” adalah kesimpulan yang salah. Poin yang ingin beta sampaikan bukan persoalan kesimpulannya benar atau salah, yang ingin beta sampaikan adalah kita harus benar – benar memikirakan alasan yang tepat dan objektif (logis) untuk mendukung kesimpulan yang kita ambil. Dalam bahasa logika, kesimpulan harus berdasarkan premis – premisnya, sedangkan premis (alasan) dalam contoh kasus di atas oleh pihak “kontra” sama sekali tidak mendukung kesimpulan, sehingga dinilai tidak valid (tidak relevan).   

Jadi standar ganda yang dilakukan pihak “kontra” di sini cukup fatal. Ini hal yang sederhana tapi ternyata sebagian orang khususnya dalam bergereja sering mangabaikan hal – hal seperti ini akibat dari ketidak-mampuan mencermatinya secara logis. Tidak jarang terjadi pertengkaran hebat dan perselisihan yang tidak perlu terjadi  sampai merusak persekutuan karena hal – hal “kecil” seperti ini. Sebenarnya masih ada bentuk – bentuk sesat pikir lainnya yang terjadi dari contoh kasus di atas, tapi beta batasi khusus untuk membahas “standar ganda” yang terjadi pada contoh kasus di atas.

Amsal 2 :10-12, Karena hikmat akan masuk ke dalam hatimu dan pengetahuan akan menyenangkan jiwamu, kebijaksanaan akan memelihara engkau, kepandaian akan menjaga engkau, supaya engkau terlepas dari jalan orang jahat, dari orang yang mengucapkan tipu muslihat,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDETA KONSERVATIF atau PENDETA LIBERAL?

APAKAH DENGAN MENGATAKAN KEBENARAN KEPADAMU, AKU TELAH MENJADI MUSUHMU? (Menanggapi tulisan Pdt. Norman M. Nenohai)

Teologi Kidung Jemaat